- Home >
- yanti mantan kakak iparku yang horni
Aku memasuki rumah Kak Yanti. Dia baru saja bercerai dengan suaminya yang ketahuan selingkuh. Tertangkap basah, ketika kakakku ikut penataran di sebuah hotel. Tanpa sengaja, ketika sama-sama membuka pintu, Kak Yanti melihat dengan jelas, dengan jarah tak sampai dua meter, pintu depan kamarnya, dibuka dan keluarlah Suaminya dengan seorang perempuan. Langsung Kak Yanti menjerit dan teman2nya
"Ayo
masuk jangan bengong," kata Kak Yanti padaku. Aku memasuki rumahnya yang
mungil, pemberian ayahnya. Kak Yanti adalah seorang eksekutif muda di sebuah
perusahaan Jepang. Mataku langsung tertuju ke pada belahan dasternya yang tak
terkancing. Dan... pentil teteknya membayang didasternya yang tipis.
Cepat Kak Yanti mengancing dasternya. Dan aku menyelanya dengan cepat, tanpa
sadar.
"Kok di kancing kak? Kan keren, kancingnya lepas begitu?"
Kak Yanti melototkan matanya.
"Bener lo kak. Putih mulus dan aduhaaaaaiii..." kataku pula nakal.
Kuletakkan ranselku di sofa dan aku langsung ke belakang mengambil air dari
kulkas. Terasa air dingin melintas di kerongkonganku dengan nikmatnya. Kak
Yanti naik ke sebuah tempat tidur kecil dekat ke pintu menuju teras belakang
ruah. Di sana ada sebuah novel. Kayaknya Kak Yanti dari tadi membaca buku itu.
Dia mengangkat sebelah kakinya, hingga pahanya yang mulus putih pun terbentang.
Aku mendekatinya dan duduk di dekat pinggangnya.
"Suami kakak itu bodoh dan tolol...!" kataku ketus.
"Ikh... tahu apa kamu?"
"Kakakku begini cantiknya, dia masih selingkuh juga," kataku
memujinya.
"Sudahlah. Nasi sudah jadi bubur. Dulu juga aku tak mau dijodohkan
dengannya, tapi ayah memaksa. Ya.. itu jadinya..."
Aku pun mencubit pipi Kak Yanti dengan geram. Usia kami hanya terpaut dua
tahun, membuiat kedekatan kami sebelum dia kawin membuat kami sering bercanda.
Kak Yanti belas mencubit pipiku. Kuat sekali dan aku kesakitan. Kublas
mencubitnya dan dia mengelak. Lalu aku berusaha mendapatkan pipinya. Sampai
akhirnya aku menindih tubuhnya. Dan... bukan mencubitnya, kini aku malah
mencium bibirnya yang lembut. Lalu aku merebahkan diriku tidur di sisinya.
"adit... nanti kelihatan orang, kita jadi malu nih.." katanya. Aku
tersenyum. AKu memeluknya dengan kuat dan menenpelkan bibirku kembali di
bibirnya yang pink.
"Semua pintu sudah terkunci."
"Jadi kamu mau apa?"
"Aku mau mencium seperti tadi," dan langsung dia kupeluk dan kucium.
Kupermainkan lidahku dalam mulutnya.
" dit... aku takut. Nanti ada orang..." AKu semakin berani. Jika
tidak ada orang, berarti bebas, bisik hatiku dan aku sangat bernafsu.
Sebenarnya sudah lama aku mengidamkan tubuh kakak iparku yang cantik dan padat
berisi serta putih itu.
"Boleh aku mengatakan sesuatu dengan jujur dan tulus," bisikku pula.
"Apaaaa?" Kak Yanti mendesah. Walau usianya sudah 33 tahun dan aku
hampir 39 tahun, dia tetap kelihatan seperti masih kelas 3 SMA, manja dan
suaranya mendesah.
"Kak.. aku mencintaimu. AKu mau Kak Yanti menjadi pacarku." Kami diam
sejenak. Kak Yanti tak menjawab. Dia hanya memejamkan matanya. Kutatapmatanya
dan dari sela-sela kelopak mata itu, menetes dua butir air mata membasahi
pipinya.
"Apa karena aku janda, lantas kamu ngomong sembarangan, Yok?"
desahnya lagi.
"Maaf kak. Bukan. Bukan itu. Sejak kita pertama ketemu aku sudah mencintai
Kak Yanti. Tapi aku tak berani, mencintai kakak iparku ini. Aku mencintai kak
Yanti. Mau ya jadi pacarku?" Aku mengecup bibirnya dengan lembut. Kubelai
tembutnya yang pendek. Kutarik tubuhnya mirik ke arahku. Kak Yanti melingkarkan
satu tangannya ke leherku. Tangan kiriku sudah berada di tengkuknya dan
membelai punggungnya. Sbelah tanganku membelai pantatnya yang padat berisi.
Bibir kami masih rapat dan lidah kami sudah menari-nari bersama.
"Kak, aku mencintaimu. Jadilah pacarku..." bisikku ke telinganya. Kak
Yanti masih memejamkan matanya. Kutarik daster mini itu ke atas dan tanganku
sudah mengelus pantatnya yang masih di balut celana dalamnya. Kontolku sudah
menegang dan keras. Terasa olehku aroma nafas Kak Yanti memburu.
" dit... apa kata orang, kalau kita pacaran. Kita ini kan saudara walaupun
Cuma ipar?"
"Kita tak perlu mengumumkannya kepada publik kok, Kak. Cukup kitaberdua
saja yang tau."
"Tapi..."
"Sudahlah. Yang penting kita sama-sama mencintai dan cinta itu milik kita
berdua saja."
"Kamu sungguh-sungguh, dit? Bukan menyenangkan hatiku yang baru empat
bulan menjanda?"
Kucium langsung bibirnya dan aku memeluknya dengan kuat dan erat.
"Aku sunguh-sungguh kak. Kak tidak tau, kalau semalaman aku menangis, saat
kakak akad nikah."
"Kenapa?"
"Aku tak rela Kakak Menikah dengan laki-laki lain. Aku mencintaimu.
Sungguh."
Kak Yanti tersenyum. Ditariknya tengkukku dan dia pun merapatkan bibirnya ke
bibirku. Kembali kami berciuman.
Sore itu kami tertidur pulas di atas tempat tidur kecil di belakang rumah
mungil Kak Yanti. Setelah adzan sekitar pukul 16.00 kami sama-sama terbangun.
Kak Yanti tersenyum padaku dan dia bangkit menyiapkan minum teh sore. Kemudian
setelah menyikat gigi, kami duduk di teras belangkang rumah yang ditumbuhi
tanaman hias.
Diteras itu aku menunjukkan lamaran kerjaku setelah aku lulus jadi arsitektur.
Kak Yanti mengamati lamaranku dan dia tersenyum.
"Tak terasa adik iparku sudah jadi seorang arsitektur juga. Hebat."
"Hus... aku bukan adiknya Kak Yanti lagi. Tapi pacar," kataku.
"Tu... kamu aja masih meyebutku kakak."
"Lalu...."
"Kalau di rumah panggil namaku aja dong..."
"Ya..." Kami pu tersenyum. Terasa janggal memanggil nama Yanti, tanpa
mendahului kata Kak atau kakak di awal namanya. Akhirnya aku memanggilnya yang,
karena di biasa huruf "y" dalam bahasa inggtris dibaca ai. Jadi yang.
Dia tersenyum dan dia menciumku dan memelukku. Nampaknya Kak Yanti senanang
sekali.
Malam
itu, kami makan bukan di meja makan. Tapi di teras belakang rumah. Teras sudah
ditata dengan baik oleh Yanti. Sop Tom Yam masakannya membuat selera makanku
menjadi enak. Kak Yanti menambahinasiku dan kami makan sembari bercerita banyak
hal.
"Kamu juga harus nambah dong yang.." kataku. Dia tersenyum.
"So pasti..."
"Senyummu, membuat aku semakin mencintaimu saja.
Kamu wanita tercantik di dunia," rayuku. Lagi-lagi Yanti tersenyum.
Usai makan, kami masih ngobrol. Besok pagi toh pembantu akan datang pagi sekali
dan akan membersihkan semua piring dan dapur dengan rapi. Cerita kami pun
sampai ke ranjang. Aku mengetakan, kalau aku sebenarnya menginginkan anak
darinya. Dia terkejut. Suatu hal yang tak mungkin dan tak boleh terjadi.
"Kita pacaran aja seumur hidup," katanya.
"Bagaimana aku bisa punya anak, kalau pacaran tanpa...."
"Nanti kamu akan menikah dengan perempuan lain. Tapi kita terus pacaran.
Toh orang gak akan ceruiga, kita pacaran," katanya manja.
Diskusi panjang itu akhirnya memutuskan, kalau aku hanya kawin formalitas saja
untuk mendapatkan anak satu atau dua orang. Namun kami akan tetap pacaran. Jika
akhirnya Kak Yanti juga akan menikah dengan laki-laki lain, juga hanya
formalitas saja. Kami pun tersenyum dan menguatkan janji kami.
Nyamuk mulai usil. Sesekali dia mulai menggitku dan dan Kak Yanti. Akhirnya
kami memutuskan untuk masuk ke rumah. Diskusi kecila terjadi lagi. Akhirnya
kami putuskan, kalau kami tidur sekamar, di kamarku di lantai bawah. Jika ada
sesuatu, ada tamu atau apa saja,. Kak Yanti akan segera bangun dan lari ke
lantai atas di kamar tidurnya. Kami pun tertawa atas keputusan kami.
Di kamar, lampu sengaja kami buat remang, berwarna biru kesukaanku. Beberapa
bulan lalu, aku sendiri yang mengganti bola lampu kecil itu dari kuning menjadi
biru yag sahdu. Kubuka pakaianku tinggal celana dalam saja. Kak Yanti tersenyum
melihat celana dalam putihku sedikit mnggelembung.
Aku naik ke atas tempat tidur dan tidur di sisinya. Kupeluk tubuhnya dan kucium
bibirnya.
"Kamu buka baju aja yang..." bisikku. Dia tersenyum dan membuka
dasternya. Dan.... lebih gila lagi. Dia tak memakai apa-apa di balik dasternya
itu. Tubuh mungil, putih mulus itu bugil di hadapanku. Kami pu bersembuyi
berdua di balik seilmut menutup dinginnya AC di kamar itu. Walau dinginnya
sangat rendah, tapi lebih nyaman berselimut.
"Gak adil, dit
"Kenapa?"
"Aku bugil, tapi kamu masih makai kolor," bisiknya manja. Cepat
kulepas kolorku dan aku juga sudah bugil. Kami berpelukan dan bersiuman serta
sembari sama-sama mengelus tubuh.
Kontoljku benar-benar mengeras dan kejang. Bulu-bulu halus dan jarang menyentuh
di ujung kontolku dari memek Yanti.
"Kamu mau gak, menjilati sekujur tubuhku, dit?" Tak perlu kujawab
dengan kata-kata. Kusibak selimut dan lidahku mulai menjilati tengkuknya,
lehernya, telinganya, kemudian tetekya yang ranum dan mengkal. Perutnya,
pahanya, sampai kepad jari-jari kakinya. Aku juga menjilati memeknya, bahkan
kupermainkan ujung lidahku pada duburnya. Diana menggelinjang dan
mendesah-desah.
"Aku tak pernah dijilati seperti ini seumur hidupku. Apalagi duburku, dit...."
Aku tak menjawab, terus saja kujilati tubuhnya dengan lembut. Rambutku di
remasnya denga kuat dan desahnya berganti dengan rintihan halus, saat lidahku
berada di dalam memeknya dan aku mengecup-ngecup itilnya. Kuat dijepitnya
kepalaku dan aku sampai sudah bvernafas. Rintihannya membuatku semakin
bersemangat.
" dit... cucuk memekku... aku udah gak tahan, katanya. Cepat kulepas
jilatanku dan kukangkangkan kedua kakinya. Kedua kakinya sudah berada di bahuku
dan aku menusukkan kontolku ke dalam lubang memeknya. Kutekan perlahan, di
lubang yang basah dan licin itu.
"Duh....." hanya itu yang keluar dari mulut Yanti kakak iparku,
kekasihku itu.
Kami melepaskan kenikmatan kami dan kami pun terkulai lemas. Besok paginya kami
terbangunnoleh suara adzan yang mendayu-dayu. Kami bangun dan mandi bersama.
Siap-siap aku menghidupkan mesin mobil Kak Yanti dan kami harus pergi berdua .
Setelh aku mengantarkannya ke kantornya, aku pergi ke kantor yang menerima
lamaran pekerjaanku. Baru saja aku menyerahkan lamaran pekerjaanku, aku
dikejuti oleh suara HP. Kak Yanti.
"Bagaimana lamaranmu, dit?"
"Sudah aku berikan, Kak. Lusa aku wawancara."
"Cepat ke kantorku dong."
"Ada apa?"
"Pokoknya cepat."
Langsung aku menuju mobil setelah keluar dari kantor tempatku melamar. Aku
mempercepat jalannya mobil, karean ada hal penting. Jantungku deg-degan.
Ada apa gerangan Kak Yanti. Segera aku berlari kecil ke lift. Kutekan angka 14.
Aku demikian gelisah. Orang-orang pun melirikku, sepertinya aku demikian
gelisah. Semua turun di lantai 12. Lantai 13 kosong dan aku langsung dibawa
naik ke lantai 14. Pintu lift terbuka dan aku keluar, serta berlari ke ruanmgan
kerja Kak Yanti. Semua sepi. Hanya ada beberapa OB. Aku menolak pintu kak
Yanti.
"Cepat kunci pintunya," kak Yanti memerintah, seperti ada sesuatu
yang ditakutkannya dan dia berdiri dari meja kerjanya yang besar menyongsongku.
Kak Yanti langsung memelukku dan menciumi bibirku. Aku blingsatan.
"Ada apa?" tanyaku heran.
"Aku rindu dan dari tadi aku horny..."
"Lalu...."
"Aku mau kita boleh bersetubuh di sini."
"Kak... Apa sudah gila. Kan ini kantor?"
"Tak ada yang berani macam-macam padaku di sini. Pak direktur sudah
pulang. Ayolah...." Kak DIana kembali menciumi bibirku dan mempermainkan
lidahnya di dalam rongga mulutku. Aku membalasnya tanpa ragu.
"Kita ke hotel saja atau ke rumah?" pintaku. Kak Yanti tersenyum dan
langsung menggamit tasnya dan kami meninggalkan kamar kerjanya. Hari masih
pukul 11.00. Kami booking sebuah kamar yang sederhana namun nyaman via HP. Kali
ini Kak Yanti yang nyetir mobil. Dia membawa mobil seperti kesetanan.
"Awas Kak, jangan sampai nyenggol atau kesenggol," kataku.
"Iya... iya. Aku udah tak tahan ni. Udah horny banget tau...."
Tanpa Ba-bi-bu, kami langsung memasuki kamar. Kunci segera dikunci. Kak Yanti
langsung melepaskan semua pakaiannya.
"Ayo, pakaianmu di lepas. Kok bengong..." bentaknya. Aku melepas
pakaianku. Setelah berdua bugil, Kak Yanti menyerbuku dan langsung memelukku
dan menicumi leherku dan bibirku. Kami kehilangan keseimbangan dan kami berdua
terjadi di karpet. Kami bergumul dan saling memagut.
Kak Yanti membalikkan tubuhku. Kini aku sudah dia tindih. Kemudian dia
membalikkan tubuhnya lagi, hinga wajahnya menghadap kontolku dan memeknya
persis di mulutku. Tinggi kami tidak terpaut jauh, hingga dalam posisi 69 itu
kami benar-benar nyaman. Dengan buas Kak Yanti menjilati kontolku.
"Ayo dong dit. Memek kakak jangan dibiarin aja. JIlatin dong..."
Aku mulau menjilati memek Kak Yanti. Klentitnya yang gurih berwarna pink
membuatku semakin bernafsu. Kak Yanti terus menerus mendewsah dan menceracau.
Aku sudah tak tahan dan aku membalikkan tuuhnya dan mengambil posisi biasa.
Langsung aku menusuk lubang memeknya dengan bulu jembut yang tercukup licin.
"Waaaawwwww......" Kak Yanti histeris kecil. Dia langsung menarik
tengkukku dan mengarahkan mulutku untuk mengisap teteknya. Aku lakukan apa yang
diamuinya.
"Duuuhhhh... aku dah dari tadi horny. Aku sudah mau sampek..." jerit
kecilnya. Aku terus menusuknya dan menghunjamkan kontolku ke dalam dan jauh
lebih ke dalam lagi. Kak Yanti menjerit lagi.
"Tahan sayang. Tahan tusukanmu lebih ke dalam lagiiiiii...."
jeritnya. Aku menahan tusukan kontolku dan Kak Yanti memeluku kuat sekali.
Digigitnya leherku dan dijilati sekalian. Sebelah tangannya memeluk punggungku
dan sebelah mencengkeram rambutku. Kedua kakinya dai jepit erat di pinggangku
dan dia menjerit histeris.
"Huuuuu... sampeeeeekkkk...."
Aku terus menekannya dari atas, sampai cengkeraman rambutku melemah dan
pelukannya juga melemah. Kucium pipinya dan aku berikan senyuman untuknya.
yang... gimana... udah enakan?"
"Tunggu aku ambil nafas dulu, yank..."
Aku melihat Kak Yanti mengatur nafasnya sembari mengeluskan tangannya ke
pipiku.
"Kamu benar-benar hebat, yank..." Dia tidak memanggilku dit lagi.
Akun mengecup keningnya. Kami saling mengelis, sementara kontolku yang tegang
masih berada di sembunyi di dalam memeknya.
Perlahan aku menarik-cucuk kontolku ke dalam memeknya. Kak Yanti tersenyum.
"Gak apa-apa kan yank, kalau kamu belakangan orgasme?"
"Gak apa-apa, yang penting Kak Yanti bisa menikmati kepuasan,"
kataku. Aku mulai memainkan lidahku ke lehernya dan mengisapi serta menggigit
kecil pentil teteknya. Tanganku terus mengelusi tubuhnya di bagian sensitifnya.
Aku melihat gairah Kak Yanti bangkit lagi. Dia sudah balas memelukku dan ikut
menjilati bagian tubuhku dengan lidahnya yang lembut.
Tubuh kami sudah dilelehi keringat. Sesekali terasa keasinan tubuh Kak Yanti
dalam jilatanku, juga sebaliknya. Kami tak peduli. Akuma tubuh kami pun
memencarkan aroma khas. Aroma itu justru membuat kami lebih bergairah lagi dan
kami semakin sama-sama beringas.
Kak Yanti membalikkan tubuhku. Kini dia sudah berada di atas tubuhku. Dia mulai
memimpin hubungan seks kami. Dia tekan kuat-kuat pantatnya di atas tubuhku,
hingga aku merasakan ujung kontolku benar-benar sudah kandas jauh ke ujung
dalam di bagian memeknya. Kak Yanti memutar mutar pantatnya kekanan dan ke
kiri. Kontolku terasa di putar-putar dan diremas-remas.
Aku tak tinggal diam. Aku meremas-remas tetek Kak Yanti yang menggelantung
putih bersih dan indah. Kulihat maranya merem, menikmati keindahan dan
nikmatnya seks kami.
"Yank... kontolmu keras sekali, aku suka, Yoooookkkk....."
Tiba-tiba Kak Yanti menarik tanganku dan membuatku duduk di atas tempat tidur.
Kedua kakiku lurus menjuntai ke lantai, sementara Kak Yanti masih berada dalam
pangkuanku. Dia meluai memelukku dengan kuat dan menjilati leherku. Dadanya
demikian rapat menggesek-gesek dadaku. Aku tak mampu lagi rasanya menahan
spermaku.
Aku memeluknya dengan kuat sekali dan Kak Yanti juga memelukku dengan kuat.
Kami saling merangkul dan masi-masingh mendesah.
"Yaaaaank.... oh...." Kak yanti terus meliuk-liukkan tubuhnya dan aku
terus juga memeluk tubuhnya dan menjilati lehernya.
"yangg... aku sampeeeekkkk....." teriakku sembari melepaskan smprotan
spermaku. Dia makin kuat memelukku dan menjerit histeri kecil.
"Yaaaannnnkkkkk.... duuuuhhhh... gusstiiii..... enak yannnkkk..."
Crot. Untuk kedua kalinya aku melepaskan spermaku ke dalam rahimnya. Kak Yanti
kembali histeris dan kembali mencengkeram rambyutku dan leherku di gigitnya.
Aku memeluknya kuat dan terlepas pula tembakan spermaku untuk ke tiga kalinya.
Terasa lebih banyak dari yang pertama dan kedua. Kak Yanti menjerit.
"Keluarkan yang banyak yaaaannnnnkkk...."
Crooooottt... keluar lagi spermaku yang ke empat kalinya dan yang terakhir dan
aku puin memeluknya sangat kuat. Kak Yanti menjerit lagi sembari memeukul
punggungkku kuat. Aku tak merasa sakit atas pukulannya.
Aku mendengarkan desahan nafas Kak Yanti, sembari mengulum cuping telingaku.
Lidahnya terus menjilati leherku dengan desah nafasnya yang kuat.
"Terima kasih yaaannnkkkk.... Aku puaaaaassss..."
"Terima kasih juga sayang. Aku juga puas...." balasku dan kami
terkulai di atas tempat tidur. Kutarik selimut agar kami hangat dalam selimut,
tak masuk angin di terpa AC.
Kami bangun setelag pukul 15. Kami tersenyum dan kami mandi ke kamar mandi
dengan shower air panas. Sekujur tubuh kami guyur dan kami kembali segar.
"Kitacepat pulang kataku."
"Kita lanjutkan di rumah ya?"
Duh... gila banget, pikirku. Pantas suaminya cari perempuan lain, karena kakak
iparku yang satu ini memang binal dan buas. Tapi asyik juga karena dia
memang agresif bias mengendalikan sendiri ,untuk soal sex dia memang wanita
yang termasuk hiver sex,kelihatan dari kulitnya yang di tumbuhi bilu-bulu
halus,oh kak yanti kamu memang kakak iparku yang bergairah.
TAMAT ...