- Home >
- MENJELANG PILKADES 5
Episode 5
Baru saja Bu Evi selesai dari mandinya, tiba tiba ia dikejutkan dengan suara Cantika yg memanggil dirinya sembari mengetuk pintu.
"Mah...mah..." Panggil Cantika bersamaan dengan bunyi ketukan.
Bu Evi yg saat itu masih berada di dalam kamar mandi kemudian mencari dimana handuknya berada. Beberapa detik mencari namun tak juga menemukan benda yg dimaksud, saat itu iapun teringat bahwa ia lupa membawa handuk yg biasa dikenakannya selepas mandi.
Tanpa banyak berfikir, Bu Evi menyambar sebuah handuk kecil berwarna putih yg biasa digunakan untuk mengelap wajahnya seusai cuci muka. Dengan benda kecil itu, Bu Evi mencoba menutupi tubuhnya dengan ala kadarnya dan segera keluar untuk membukakan pintu bagi Cantika.
Meski belahan dadanya yg besar terlihat mencuat dibalik handuk kecil itu dan separuh pahanya tak tertutupi namun dengan santainya Bu Evi melenggang karena yg ia temui hanyalah anaknya.
"Ada apa sayang?" kata Bu Evi sambil membukakan pintu kamarnya.
"Mah...lihat siapa yg datang?" Kata Cantika dengan girangnya memperlihatkan seseorang yg berada di belakangnya. Bu Evi yg terkejut nampak terperanjat saat sesosok laki laki yg amat dikenalinya tiba tiba sudah berdiri di belakang putrinya.
"Halo mah, apa kabar?" Sapa Pak Iwan dengan senyum ramahnya.
Betapa kikuknya Bu Evi saat ia bertemu dengan mantan suaminya namun dalam kondisi setengah telanjang seperti itu. Dalam waktu yg singkat itu, Bu Evi dan Pak Iwan hanya bisa saling bertatap satu sama lain. Perasan campur aduk seketika merambati Bu Evi saat ia menatap mata Pak Iwan. Ada perasaan kaget, marah, malu namun juga ada kerinduan mendalam yg muncul saat dirinya kembali bertemu dengan sosok Pak Iwan yg sekarang sudah memiliki istri lain.
Sementara dalam tatapan Pak Iwan, perasaan bahagialah yg paling ia rasakan saat bisa kembali bertemu dengan Bu Evi. Tak hanya perasaan bahagia saja, sebuah gejolak nafsu seketika menjalar dalam tubuh pak Iwan saat melihat sosok mantan istrinya yg setengah telanjang itu berdiri di depanya. Bagaimanapun keadaanya sekarang, Pak Iwan dulu pernah dengan puasnya memiliki dan menikmati tubuh indah dan semua surga yg dimiliki Bu Evi.
Cantika sendiri, ia justru terlihat girang bukan kepalang melihat kedua orang tuanya bertemu dalam keadaan memalukan seperti itu. Dalam hati kecilnya, ia masih menyimpan harapan kedua orang tuanya di kemudian hari bisa kembali rujuk dan hidup bersama.
"Mas Iwan?" sapa Bu Evi yg nampak kebingungan menutupi bagian mana yg harus ia utamakan, antara payudaranya yg menyembul atau belahan tempiknya yg hanya beberapa centi saja hampir kelihatan.
"Duduklah mas, maaf saya ganti baju dulu," Bu Evi yg malu kemudian meminta ijin untuk menutup kembali pintu kamarnya gimana mengganti baju.
Setelah pintu itu ditutup, Bu Evi segera berlari ke depan cermin untuk melihat seperti apa dirinya.
"Astaga! Aku bertemu mas Iwan dengan keadaan seperti ini" katanya dalam hati saat melihat tubuhnya yg setengah telanjang itu.
Masih dalam perasaan campur aduk, Bu Evi kemudian mencoba untuk segera berganti pakaian. Saat itu entah mengapa tanganya tiba tiba bergerak sendiri untuk mengambil beberapa setel pakaian terbaik yg dimilikinya guna untuk menemui Pak Iwan.
Sebagai wanita yg pernah disakiti oleh suaminya yg menikah lagi tanpa ijin tanpa persetujuan dirinya, naluri wanita Bu Evi tergerak. Saat itu ia berniat untuk berdandan secantik mungkin agar suaminya itu menyesal saat melihat dirinya sekarang. Iapun kemudian mencoba menjajal satu persatu pakaian yg dipilihnya untuk menemukan mana yg terbaik.
Pilihan Bu Evi kemudian jatuh pada sebuah dress warna cream, dengan bawahan rok kotak kotak warna abu abu yg dipadukan dengan jilbab warna kuning mustard. Selain santai, namun kombinasi pakaian tersebut dirasanya bisa mengesankan dirinya masih awet muda. Tak lupa iapun mengenakan beberapa aksesoris dan cincin yg indah. Terakhir, untuk menyempurnakan penampilannya, Bu Evi mencoba untuk mempercantik wajahnya dengan make up yg cukup mencolok dengan lipstik warna pink sebagai sapuan pamungkasnya.
Saat melihat wajahnya di depan cermin, Bu Evi yg tadinya merasa sudah cukup puas dengan penampilannya, seketika salah satu sisi dirinya berbicara pada dirinya yg lain.
"Apaan apaan kamu Evi, untuk apa kamu berdandan cantik seperti itu? Bisa bisa nanti mantan suamimu mengira kamu sedang menggodanya lagi??" katanya dalam hati.
"Bodoh...bodoh...bodoh" keluhnya sekali lagi.
Bu Evi pun segera menghapus lagi semua makeup yg tadi sudah terpulas rapi di wajah manisnya. Namun saat melihat wajahnya awut awutan, satu sisi dirinya yg lain berbicara.
"Kamu harus berdandan cantik. Tunjukkan pada mantan suamimu bahwa kamu masih sangat menarik dan buat doa menyesal mengkhianatimu" kata bagian dirinya yg lain.
Setelah memejamkan mata untuk sesaat, Bu Evi akhirnya membetulkan kembali tatanan wajahnya hingga kembali cantik dan menawan seperti semula.
Setelah memakan cukup banyak waktu untuk berias diri, Bu Evi akhirnya memberanikan diri untuk menemui mantan suaminya yg sedang menonton tv di ruang keluarga dengan Cantika yg nampak manja menyandarkan kepalanya dipangkuan ayahnya.
"Maaf membuatmu menunggu, mas?" Sapa Bu Evi dengan datar.
Sapaan Bu Evi itu membuat pak Iwan yg saat itu sedang menyeruput secangkir kopi terkaget. Saat Pak Iwan melihat sosok mantan istrinya yg menemuinya dengan penampilan yg amat menarik itu, seketika juga hasrat dalam hatinya kembali bangkit.
"Cantik sekali kamu Yul," pikir Pak Iwan dalam hati
"Tidak apa apa, aku hanya mampir saja. Sudah lama tidak melihat Cantika. Aku kangen" balas Pak Iwan sembari membelai rambut putri semata wayangnya.
"Ia, papa sudah lama tidak menemui Cantika," keluh manja anak itu.
"Maafkan papa nak, Papa hanya..." ucap Pak Iwan yg keburu dipotong oleh Bu Evi.
"Bagaimana kabar mas?" tanya Bu Evi yg kini sudah duduk berhadapan dengan Pak Iwan.
"Aku Alhamdulillah cukup baik. Bagaimana denganmu? Aku dengar engkau mencoba maju lagi dalam Pilkades?" tanya Pak Iwan menunjukkan perhatianya akan apa yg sedang Bu Evi lakukan.
"Aku baik, mohon doanya agar saya bisa diberi amanah memimpin desa ini" jawab Bu Evi dengan nada formal.
"Bagaimana progress dan peluangya?" tanya pak Iwan perhatian.
"Alhamdulillah baik, hanya tinggal debat kandidat saja. Selain itu, lebih banyak yg membantu saya kali ini. Mengenai peluang, saya tidak tahu pastinya. Yang penting sudah berusaha mas," jawab Bu Evi yg semangat saat ditanya soal pencalonannya.
"Kita ngobrol lagi nanti ya, saya mau membantu bibi memasak di dapur," Tambah Bu Evi yg masih canggung saat ngobrol dengan mantan suaminya.
Cantika yg ingin mengakrabkan ayah dan ibunya mencoba mencari akal.
"Mah...malam ini kita tidak usah masak ya. Bagaimana kalau kita bertiga makan diluar. Kita ke Bakso Sehati saja! " pinta Cantika menyebutkan salah satu tempat makan langganannya.
"Wah, ide bagus itu. Biar papa yg traktir. Kamu boleh pesan dua porsi seperti biasanya, Yul," celetuk Pak Iwan yg masih ingat kebiasaan mantan istrinya itu.
"Tapi...Ayahmu kan masih capek. Biarkan dia beristirahat," Bu Evi mencoba mengelak.
"Ayolah mah, mumpung papah disini. Mau ya...mau ya..." bujuk manja Cantika yg sejalan dengan Pak Iwan yg nampak mengangguk.
"Baiklah, kalau Cantika memaksa," Bu Evi menyerah.
"Kita berangkat seusai Maghrib," Cantika segera bangkit dari pangkuan ayahnya dan menuju kamar untuk bersiap siap.
Sesuai rencana, ketiganya pun berangkat seusai Maghrib dengan mengendarai mobil Pak Iwan. Di dalam mobil itu Cantika nampak senang saat menikmati momen bersama kedua orang tuanya. Melihat anaknya yg sangat bahagia, diam diam Pak Iwan mengirim pesan WA kepada mantan istrinya itu.
"Demi Cantika, malam ini dan semoga untuk seterusnya kita bisa berdamai saja. Mari lupakan sejenak kesalahan kesalahan kita di masa lalu," isi pesan pak Iwan.
"Baik mas, sepakat. Aku juga tidak tertarik memikirkan hal itu sekarang," balas Bu Evi.
"You are so beautiful tonight, anyway" puji Pak Iwan dalam pesanya.Namun Bu Evi yg mencoba jual mahal tidak tertarik untuk membalas gombalan mantan suaminya. Dia hanya diam seribu bahasa meski dalam hatinya nampa bangga.
Sesampainya di warung Bakso langganan, ketiganya pun bersantap bersama dengan lahapnya. Tak lupa pak Iwan memesan extra porsi bakso untuk Bu Evi seperti yg biasa sering ia lakukan dulu. Ketiganya lantas makan sembari bercengkrama seperti diantar mereka tidak pernah terjadi apa apa.
Sepanjang waktu, Pak Iwan tak henti hentinya berusaha mencuri pandang kepada Bu Evi. Bahkan saat Bu Evi tengah meneguk sebotol air mineral, pikiran nakal Pak Iwan langsung membayangkan bahwa saat itu Bu Evi tengah mengemut kontolnya.
Di satu sisi, Bu Evi lebih memilih untuk bersikap biasa biasa saja meski sadar mantan suaminya itu tengah berusaha menarik kembali perhatianya. Saat itu, Bu Evi merasa bahwa dirinya menang terhadap mantan suaminya itu.
Seusai makan bakso, Pak Iwan berinisiatif untuk mengajak Cantika dan Bu Evi ke sebuah Hypermart. Inisiatif itu tentu saja disambut gembira oleh Cantika yg sudah lama tidak di ajak belanja oleh ayahnya.
"Beli yg kalian semua butuhkan, Papa yg bayar semuanya," Pak Iwan mencoba menunjukkan perhatianya.
Cantika kemudian menyeret ibunya untuk pergi ke pusat pakaian, sementara pak Iwan mengekor dibelakang mereka. Dengan usil, Cantika membujuk ibunya untuk ikut memilih dan membeli pakaian, meski awalnya menolak, Bu Evi akhirnya menuruti kehendak putrinya itu. Disaat keduanya sibuk memilih pakaian,Pak Iwan memilih untuk menepi dan mencari kebutuhan dan barang yg ia perlukan.
Waktu terasa cepat berlalu dan kini sudah menunjukkan pukul 21.00. Seusai berbelanja, ketiganya kemudian memutuskan untuk kembali pulang.
"Makasih banyak, pah. You are the best!" kata Cantika saat mereka tiba kembali dirumah.
Cantika yg melihat tanda tanda perdamaian di antara kedua orang tuanya pun memilih untuk memberi
mereka waktu bersama. Cantika berharap malam ini keduanya bisa meluangkan waktu untuk ngobrol bersama tanpa ada gangguan darinya.
"Besok Cantika harus sekolah, Cantika tidur dulu ya mah, pah..." pamitnya.
"Yes, girl. I love you," kecup Pak Iwan di kening putrinya yg cantik itu.
"Iya nak, Mamah juga mau tidur selepas ini," balas Bu Evi.
"Bukanya mamah harus menulis teks untuk bahan debat esok, cobalah minta bantuan papah. Dia ahlinya," kilah Cantika agar ibunya dan ayahnya tak buru buru tidur.
"Tidurlah," perintah Pak Iwan. "Nanti papah bantu mamahmu,"
Setelah Cantika pergi menuju kamarnya, Bu Evi juga nampak ingin menuju kamarnya sebelum akhirnya tangan Pak Iwan menahannya.
"Kalau kamu tidak keberatan, bisakah kita ngobrol. Ada sesuatu hal yg penting, " bujuk Pak Iwan.
"Baiklah, bentar saja ya. Tapi sebelumnya aku mau ke dapur dulu untuk membuat minuman, " kata Bu Evi yg segera melepaskan genggaman tangan Pak Iwan.
Saat Bu Evi menuju ke dapur, Pak Iwan kemudian nampak mengambil sesuatu dari dalam tas ransel yg ada di dalam kamarnya. Sebuah bungkusan kertas diambil dari dalam tas yg disembunyikanya. Tak hanya itu, Pak Iwan juga mengeluarkan sebuah benda yg tadi sempat dibelinya di Hypermarket. Setelah mengambil apa yg diperlukan, Pak Iwan kemudian berkeliling di sekitar ruang TV sembari menatap benda benda yg ada disana.
Saat matanya menjelajah setiap sudut ruang, dirinya masih mendapati ruangan itu sama seperti dulu. Semua foto foto keluarga mereka juga masih nampak terpajang tanpa ada yg dibuang. Salah satu yg menarik kembali ingatan ya adalah sebuah foto perkawinan mereka 20 tahun yg lalu.
Seketika ingatan Pak Iwan melesat pada hari hari bahagia di awal awal kehidupan rumah tangganya. Hari hari dimana hampir setiap malam ia tak bosan bosanya menikmati tubuh indah dan kehangatan tempik Bu Evi. Pak Iwan bahkan masih ingat saat pertama kali ia membanjiri tempik Bu Evi dengan semburan sperma yg teramat banyaknya.
"Andai malam ini bisa seperti dulu. Akan kubanjiri lagi tempikmu sayang," pikirnya dalam hati. Malam itu Pak Iwan benar benar rindu dengan tubuh Bu Evi.
Disaat Pak Iwan sibuk dengan lamunannya, Bu Evi tiba tiba datang dan mengejutkanya.
"Ini minumannya mas," tawar Bu Evi yg berjongkok saat meletakkan segelas besar susu hangat di atas meja. Saat Bu Evi berjongkok, Pak Iwan yg saat itu sangat bergairah tak henti hentinya menatap bokong indah nan besar Bu Evi. Sebuah berkas celana dalam yg berukuran mini nampak terlihat dibalik rok tipisnya.
"Aah, Yul.... Aku kangen tempikmu sayang," bisik nafsunya dalam hati.
Andai mereka masih berstatus suami istri seperti dulu, Saat Pak Iwan tengah dijajah birahi seperti itu sudah pasti ia akan segera menarik rok itu dengan paksa dan langsung menggenjot Bu Evi. Maklum saja, dulu ia memang punya kebiasaan suka mengajak bercinta Bu Evi disembarang sudut rumah. Bisa dibilang Pak Iwan dulu sering memperkosa istrinya saat birahinya seketika memuncak.
"Terima kasih. Kamu masih ingat kesukaanku. Susu panas porsi besar," ucap Pak Iwan sambil menatap dada Bu Evi.
"Mas juga masih ingat, kalau saya makan bakso tak cukup semangkok," balasnya.
"Jadi apa yg mau mas bicarakan? Katakanlah, waktu kita tak banyak," Bu Evi mempersilahkan pak Iwan duduk. Merekapun nampak duduk di sofa yg sama dan hanya berbatasan sebuah bantal.
"Terus terang saja Yul, Aku kesini selain kangen dengan Cantika namun aku datang untuk memberi dukungan kepadamu yg akan maju menjadi Kades. Itu adalah sesuatu yg berat. Aku masih ingat saat dulu kamu mencalonkan diri, semua proses nya sangat memakan energi dan pikiran. Karena itu aku sengaja datang untuk membantumu." Kata Pak Iwan berterus terang.
"Mas bisa telepon saja kalau hanya memberikan dukungan," balas Bu Evi datar.
"Untuk hal ini, aku harus menyampaikannya langsung kepadamu," kata Pak Iwan sambil meletakkan bungkusan besar di depan Bu Evi.
"Apa ini mas?" Bu Evi penasaran.
"Bukalah,"
Bu Evi yg penasaran dengan benda berbentuk kotak yg dibungkus kertas itu lantas segera membukanya. Dan betapa terkejutnya Bu Evi saat melongok ke dalam bungkusan kertas itu ternyata berisi sejumlah uang yg teramat banyak.
"Untuk apa ini mas"? tanya Bu Evi sembari mengeluarkan uang itu sebagian.
"Itu uang 250 juta untukmu, aku yakin kamu memerlukan ya sekarang,"
"Tapi,...." Bu Evi yg tak percaya mantan suaminya itu memberikannya uang yg teramat banyak tak bisa berkata kata.
"Ini bukan sesuatu yg harus kamu kembalikan. Aku memberikannya dengan cuma cuma. Terimalah," bujuk Pak Iwan.
"Apas mas Iwan sedang berusaha menyogokku dengan uang ini agar aku mau memaafkan perbuatan yg mas lakukan?" tuduh Bu Evi dengan nada agak tinggi.
"Ayolah, jangan bahas soal itu. Itu murni keinginanku untuk membantumu dalam Pilkades ini. Bukankah selama dua tahu kita berpisah, kamu tak pernah Sudi menerima uang pemberianku?" Pak Iwan menjelaskan.
"Tapi ini terlalu banyak," Bu Evi tak enak hati meski dalam benaknya ia sebenarnya teramat sangat membutuhkan bantuan ini.
"Terimalah, aku mohon," bujuk Pak Iwan sembari meraih dan menggenggam tangan Bu Evi.
"Kalau uang ini tak engkau perlukan untuk keperluan Pilkades ini, setidaknya pakailah untuk tabungan bagi Cantika." bujuk Pak Iwan yg sebenarnya setiap bulan ia selalu rutin mengirimkan uang ke rekening Cantika karena ibunya tak pernah mau menerima uang darinya.
Mendengar nama putrinya disebut, Bu Evi yg terharu akan kebaikan Pak Iwan seketika dari matanya muncul berkas berkas air mata. Jika ia bisa jujur, ia memang sangat memerlukan uang saat ini. Bahkan sampai ia rela menjaminkan kehormatan dirinya kepada bajingan bernama Hendro untuk mendapatkan pinjaman. Mendapati ironi itu, Bu Evi yg tak tahan akhirnya menitikkan air mata.
"Andai bantuanmu datang lebih cepat,semua tak akan seperti ini mas, " sesal Bu Evi dalam hati yg terlanjur terjebak dalam tipuan pak Hendro.
Melihat mantan istrinya yg menangis, Pak Iwan yg tak tahan seketika tergerak untuk memeluknya.
"It's Ok, terimalah." Bisik Pak Iwan sembari memeluk Bu Evi.
Saat itu, entah mengapa pertahanan Bu Evi mulai runtuh. Iapun hanya bisa diam saat mantan suaminya itu memeluk dan menepuk punggungnya. Bahkan Bu Evi yg tak tahan akhirnya meledakkan tangisnya di pelukan Pak Iwan. Ia merasa sangat menyesal akan apa yg terjadi, andai Cantika tahu, atau Pak Iwan tahu bahwa demi mendapatkan uang ia rela tubuhnya dipermainkan oleh Pak Hendro, tentu mereka berdua akan amat kecewa.
"Terima kasih banyak mas. Uang ini sangat berarti saat ini," ucap Bu Evi yg kehabisan kata kata.
"Everything gonna be Okay,sayang," ucapnya yg kembali berani mengucap sayang pada mantan istrinya itu.
Pelukan Pak Iwan yg semakin akhirnya meruntuhkan hati Bu Evi. Mendapati sosok pak Iwan yg masih sama lembut dan gentle seperti dulu membuat Bu Evi merasa sangat tersentuh.
Bu Evi yg terbawa suasana lantas berbalik memeluk tubuh Pak Iwan dan mencoba menumpahkan kesedihannya sekaligus kebahagiaanya di dada lelaki itu. Betapa bahagianya Pak Iwan saat sosok yg pernah disakitinya itu sekarang justru memeluknya. Dada pak Iwan berdebar debar, tanda bahwa sebenarnya ia masih sangat menyayangi Bu Evi. Bu Evi yg bisa merasakan debaran jantung Pak Iwan juga merasa bahwa ia masih sangat mencintai lelaki yg dulu sebelum datangnya pihak ketiga selalu bisa memperlakukannya layaknya ratu.
Sembari memeluk dan menepuk punggung Bu Evi, Pak Iwan tak henti hentinya membesarkan hati wanita lemah di depanya itu. "Tumpahkan saja jika air mata itu harus tertumpah, I'll be here all night," bisik lembut pak Iwan.
Merasa sudah cukup menumpahkan air matanya di dada pak Iwan, Bu Evi pun melepaskan pelukannya. Pak Iwan yg cekatan segera meraih selembar tisu yg ada di meja depan mereka dan memberikanya kepada Bu Evi.
"Maafkan aku mas, aku terbawa perasaan," kata Bu Evi yg justru tanpa sengaja memberi tahu kepada Pak Iwan bahwa dirinya masih menaruh perasaan terhadap dirinya.
"It's Ok, Yul... Sekarang simpanlah uang ini. Dan juga, aku tadi membelikan ini untukmu," Kata Pak Iwan sambil menyodorkan sebuah bungkusan lain.
"Mas...aku tak tahu harus berucap apa saat ini. Hanya terima kasih yg teramat sangat yg bisa aku katakan."
"Ngomong omong,apa ini mas? " Bu Evi penasaran.
"Bukan apa apa, hanya oleh oleh kecil. Sekarang bawa masuklah uang ini. Kalau kamu tidak kebaratan, kamu bisa membuka bungkusan ini di dalam kamar," permintaan Pak Iwan kemudian dituruti. Bu Evi pun berjalan masuk ke kamarnya smbil membawa uang dan hadiah dari Pak Iwan. Setelah menyimpannya dengan aman, Bu Evi bergegas kembali untuk menemui Pak Iwan.
keduanya pun duduk bersama kembali dan mencoba mencari topik pembicaraan baru. Pak Iwan yg mulai menemukan kesempatan segera menyanjung Bu Evi.
"Malam ini, kamu benar benar cantik, Yul" pujinya sekali lagi.
"Dari dulu kamu memang raja gombal mas," sindir Bu Bu Evi sembari mencubit lengan Pak Iwan.
"I am really serius. Just look in my eyes," balas Pak Iwan yg menatap dalam mata Bu Evi. Sementara itu Bu Evi yg tersipu malu mau tak mau benar benar menatap mata Pak Iwan. Waktu terasa berhenti saat kedua mata insan yg masih teramat saling mencintai itu bertatapan.
"Aku kangen kamu, mah" ucap Pak Iwan yg seketika mendekatkan wajahnya ke wajah Bu Evi. Perlahan lahan pak Iwan mendekatkan bibirnya ke arah bibir Bu Evi. Tak lupa, Pak Iwan pun mencoba meraih dan menggengam tangan Bu Evi. Bu Evi yg tak sanggup berkutik hanya bisa pasrah akan apa yg dilakukan Pak Iwan selanjutnya.
"Aku juga kangen kamu mas," ucapnya dalam hati.
Saat bibir Pak Iwan hanya menyisakan sedikit jarak dari bibir Bu Evi yg sudah memasrahkan diri, lelaki itu dengan kejamnya menahan dan menghentikan bibirnya. Keduanya membeku dalam tatap, hingga akhirnya bibir Bu Evi lah yg akhirnya menjemput bibir Pak Iwan. Keduanya pun saling berciuman dengan mesranya sembari berpelukan. Semakin lama keduanya semakin larut dalam suasana dan ciuman keduanya semakin liar. Dengan nakalnya Pak Iwan mengulum lidah Bu Evi dan menariknya dengan kencang. Tak kalah nakalnya, Bu Evi pun gantian memanjakan lidah mantan suaminya itu.
Keduanya larut dalam suasana dan hanya waktu yg menjadi saksi akan apa yg akan terjadi malam itu.
Bersambung