- Home >
- Tetangga Sebelah
“Croop… croop… croop...” begitulah suara kelaminku yang beradu
dengan kelamin mas Herry.
“Ah, Lin, goyanganmu semakin lincah aja… oughh…” mas Herry menindihku dan
memelukku erat sekali. Nampak kalau dia benar-benar menikmati goyanganku.
“Ough… oouuhh…” aku mendesah dalam pelukannya.
“Aghh… Lin… agghhh…” kini mas Herry semakin cepat menggoyang pinggulnya,
menghujamkan kemaluannya ke liang kelaminku. Akupun merasa nikmat saat kelamin
mas Herry bergerak di dalam liang kelaminku. Kuimbangi gerakannya dengan ikut
bergoyang memutar-mutar pinggulku, membuat suamiku itu semakin mendesah
keenakan.
“Ahhh… wuuaaaahhh…” tiba-tiba goyangan mas Herry menjadi semakin cepat,
nafasnya semakin berat, pertanda dia akan mengalami orgasme sebentar lagi.
“Oh, jangan dulu!” ucapku dalam hati, aku masih ingin menikmati permainan ini
sedikit lebih lama. Tetapi terlambat, mas Herry nampaknya sudah tak tahan lagi.
Orgasmenya pun tiba.
“Ahhh… ahh… ahh…” sekitar 3-4 kali kelaminnya menyemprotkan cairan sperma di dalam
bibir rahimku. Rasanya hangat dan geli.
Setelah mencabut kelaminnya, tubuh mas Herry terkulai lemas di sampingku.
Nampak dari sinar wajahnya, dia mengalami orgasme yang luar biasa. Sementara
aku, rasanya masih setengah jalan, tubuhku masih ingin lagi. Namun untuk
menyenangkan suamiku, aku harus tetap tersenyum. Dan mengatakan padanya bahwa
permainan kami tadi sungguh luar biasa.
Tanpa membersihkan kelaminnya terlebih dahulu, mas Herry langsung tertidur.
Rupanya dia benar-benar kecapekan setelah menggenjot tubuhku tadi. Aku langsung
ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhku. Siraman air dingin di bibir
kelaminku membuat birahiku yang belum turun sepenuhnya meninggi lagi. Perlahan
kusentuh sendiri kelaminku. Aku memang belum selesai, aku belum puas. Tetapi
niat untuk memuaskan diriku sendiri kuurungkan.
“Untuk apa aku melakukan itu?” tanyaku dalam hati. Toh nanti aku bisa
terpuaskan. Yah, besok pagi mas Herry akan pergi ke luar kota untuk beberapa
hari. Itu tandanya selama beberapa hari kepergiannya, aku akan mendapatkan
kenikmatan bercinta yang sebenarnya. Dengan orang lain. Dengan Andi. Tetangga
sebelah rumah...
***
“Aaahh… ouughh… aaahh…” aku seperti orang yang kesetanan, saat kelaminku
bergoyang-goyang di atas kemaluan Andi. Kugerakkan pinggulku naik turun,
mengocok-ngocok kemaluannya yang sedang tegak dengan sempurna itu.
“Oouugghhh… aahh…” aku makin kegelian saat Andi memainkan puting payudaraku.
Oh, rasanya nikmat sekali, dan perasaan geli ini semakin menjadi-jadi ketika
goyangan tubuhku di atas tubuhnya makin kupercepat.
“Aaaahhh… hhsssss… eggghh…” dan meledaklah orgasmeku, entah untuk yang keberapa
kalinya, aku tak mampu lagi mengingatnya. Yang aku tahu hanyalah kenikmatan
yang luar biasa, yang tidak kudapatkan saat aku melakukannya dengan suamiku
sendiri.
Mungkin aku sudah menjadi wanita binal, mendapatkan kepuasan bercinta dari
lelaki yang bukan suamiku. Dan parahnya lagi, lelaki itu adalah suami orang.
Namun aku tak perduli, semenjak Andi ’memperkosaku’ aku menjadi ketagihan
bencinta dengannya. Aku ketagihan genjotan kelaminnya pada tubuhku.
Aku terkulai lemas di atas tubuh pemuda itu. Kelaminnya yang lebih besar dari
milik suamiku, masih menancap di dalam kelaminku dan aku yakin basah oleh
cairan kenikmatannku. Lalu diangkatnya tubuhku, dan dia bersiap untuk
menyelesaikan permainan ini. Aku hanya bisa pasrah saat disuruhnya aku untuk
menungging membelakanginya. Kuangkat pantatku tinggi-tinggi, sehingga aku yakin
kemaluanku dapat terlihat jelas olehnya, basah dan terbuka.
“Eeeehhh… ooohhh…” aku mengerang keenakan saat kemaluannya yang besar perlahan
mulai masuk menembus kemaluanku. Tak banyak bicara lagi, Andi langsung
menggenjotku dengan cepat dan keras, dari belakang.
“Ooohh… ooohh… ooohh…”
“Hhhmmpphh… hhmmmpp…”
Suara desahan kami bersahut-sahutan, diiringi suara kelamin kami yang saling
beradu, berpacu menuju kenikmatan bercinta. Posisi ini sama enaknya dengan
posisi aku di atas. Ah, tidak aku salah, semua posisi yang kulakukan dengan
Andi selalu dapat membawaku menuju puncak kenikmatan.
“Plaaakk!“ Andi memukul pantatku, dan rasanya pukulan itu makin membuat
birahiku makin meninggi.
“Aahh... Lin, makin lama kamu makin liar, hehehe…” godanya sambil meremas
payudaraku kuat-kuat.
“Huuh, massss… aaahhh…” aku sudah tidak peduli lagi siapa aku ini, aku hanya
ingin meraih kenikmatan. Aku sudah kecanduan sodokan kelaminnya yang besar dan
panjang itu.
“Creep… creeep… croopp...” bunyi sodokan batang kemaluannya, makin membuatku
bergairah.
“Aaaahhhh…” tak sadar, aku menjerit saat orgasmeku datang lagi. Kuremas kain
seprai kasurku, rasanya nikmat sekali. Otot-ototku menegang, wajahku semakin
sayu mendapatkan kenikmatan yang bertubi-tubi ini.
“Hhmmpphh… hmmpphh…” desah Andi yang rupanya mengetahui aku orgasme, namun
malah makin mempercepat goyangannya pada tubuhku dan makin membuat aku
kesetanan.
Selama hampir 5 menit dia menyetubuhiku dengan posisi doggie ini, sudah 2 kali
aku merasakan orgasme. Kalau digabung dengan keseluruhan dari awal kami
bercinta sejak pagi ini, entah sudah berapa kali orgasme yang kudapatkan.
Sungguh snagat luar biasa.
“Hhhmmpphh… hhmmmpphh…” nafas Andi terdengar semakin berat seiring dengan
tekanan goyangannya pada tubuhku, kini kedua tangannya mencengkeram erat
pinggulku. Kurasakan kemaluannya seperti makin membesar, tanda dia akan
mengalami orgasmenya. Kuakui, permainan Andi sungguh luar biasa. Gara-gara Andi
pulalah, aku jadi ketagihan bercinta. Entah aku harus menyesal atau malah
bersyukur karena dulu dia nekat ’memperkosaku’.
“Aaaaggghhhh… ooouugghhh… aaahhh…” Andi orgasme dengan hebatnya, sekitar lima
kali kelaminnya menyemprotkan sperma di dalam lubang kemaluanku. Sepertinya
sudah lama batang kelamin itu tidak mengalami orgasme sehingga cadangan
spermanya begitu penuh. Wajar karena selama hampir seminggu ini, Novi,
istrinya, pergi ke luar kota, sementara suamiku berada di rumah. Namun anehnya,
aku merasa senang karena sperma yang tersimpan selama seminggu itu tumpah dalam
liang kemaluanku.
“Hoosshhh… hoshh… ahh, enak banget, Lin.” Andi berusaha mengatur nafasnya. Lalu
setelah mencabut kelaminnya, dia berbaring di kasur. Aku tanpa disuruh lagi,
dengan sigap segera menjilati batang kemaluannya yang mulai melemas. Memang
sudah menjadi kebiasaan setelah Andi orgasme, aku menjilati kelaminnya,
membersihkan sisa-sisa cairannya dengan lidahku. Dan anehnya, aku tidak merasa
jijik sedikitpun, malah aku menikmatinya. Ah, Andi benar-benar telah merubahku
menjadi wanita yang binal. Namun sekali lagi, aku tidak perduli dan
menikmatinya.
***
Seharian itu Andi benar-benar melepaskan nafsu birahinya atas tubuhku. Walaupun
aku jarang berbicara dengannya, tetapi aku selalu menurut apa yang ia
perintahkan. Aku benar-benar menjadi budak seksnya. Tapi entah kenapa, aku
menikmatinya. Seharian itu kami seperti pasangan mesum yang tiap waktunya hanya
kami isi dengan berhubungan badan melepaskan hasrat birahi kami berdua.
Hingga malam tiba, setelah menghabiskan makan malam dan menghisap satu batang
rokok, Andi mengajakku masuk lagi ke kamar. Lalu dia duduk dengan posisi kedua
kakinya lurus di atas kasur dan memintaku untuk mulai menghisap batang
kemaluannya. Aku benar-benar seperti budak nafsunya. Tanpa berkata apapun,
mulai kujilat dan kuhisap-hisap kelaminnya.
“Besok siang istriku pulang.” ujar Andi sambil membelai-belai kepalaku. Aku yang
masih sibuk menjilat batang miliknya hanya terdiam. Namun dalam hati aku yakin
bahwa malam ini Andi akan habis-habisan menyetubuhiku. Entah mengapa, aku
sedikit kecewa mengetahui bahwa besok Novi akan pulang. Tapi aku hanya diam
saja.
“Kamu udah makin pinter ngisep sekarang, Lina… enak kan kontolku?“ tanyanya
sambil meremas gundukan payudaraku. Aku hanya mengangguk pelan. Perlahan batang
miliknya mulai mengeras dan menegang.
Tiba-tiba diangkatnya daguku. Lalu dipandangnya wajahku dalam-dalam. “Lin, udah
sekian bulan aku ngentotin kamu, kamu ngerasa enak gak?“ tanyanya lagi. aku
hanya menjawab dengan anggukan kecil. Sementara tangannya masih menahan daguku.
“Tapi aku gak suka kalo kamu diem aja. Kenapa, takut ya sama aku?“ aku
menggeleng untuk menjawab pertanyaannya, tangan Andi masih terus menahan
daguku.
“Aku gak pernah kasar sama kamu kan, Lin? Ayo dong, jangan diem aja. Aku jadi
gak enak rasanya setiap ngentot sama kamu, kamunya diem aja kayak orang
ketakutan.”
“Iya, mas, aku gak apa-apa kok.” kali ini kujawab. Lalu andi mengangkat tubuhku
dan duduk menjajariku. Dia menciumi pipiku denga lembut, terus menjilati leher
dan telingaku. Sementara tangannya meremas-remas dan memainkan payudaraku.
Jari-jarinya memelintir puting buah dadaku dengan lincahnya. Oh, segera saja
birahiku muncul kembali. Harus aku akui, Andi sangat pandai membangkitkan
hasrat seksualku. Semenjak bercinta dengannya, aku baru menyadari ternyata
diriku menyimpan hasrat seksual yang begitu besar. Andi berhasil
mengobrak-abrik pertahananku.
Cumbuannya kali ini semakin liar, remasan tangannya pada payudaraku terasa
semakin kuat. Hal itu membuat birahiku semakin meninggi. Mataku jadi sayu dan
nafasku menjadi semakin berat. Entah kenapa aku selalu pasrah pada cumbuannya.
Kini dia berada tepat di belakangku, punggungku disandarkan pada dadanya,
dengan kedua tangannya terus bermain-main di bulatan putingku.
“Lin, aku mau tanya sesuatu sama kamu, jawab yah…” bisik Andi.
“Iya, mas…” aku menjawab lirih.
Tiba-tiba tanganku diarahkan pada batang kemaluannya. “Apa ini namanya, Lin?“
“Eeh…?!“ pertanyaannya mengagetkanku.
“Ayo jawab, sayang. Masa udah ngerasain enaknya, tapi gak tahu namanya?“
tanyanya lembut di telingaku sambil tanganku dituntunnya untuk mengocok batang
kemaluannya.
“Eehh... anu, mas…” aku merasa malu untuk mengatakannya, aku tidak tahu apa
maksudnya.
“Ini namanya kontol, sayang. Coba kamu bilang, KONTOL!!”
“Eh, mas…” aku ragu-ragu dan malu untuk mengatakan itu, karena terus terang,
seumur-umur aku belum pernah mengucapkan itu.
“Ayo, sayang, gak usah malu sama aku. Ayo bilang, K-O-N-T-O-L!!!”
“Ah, k-kon...t-tol!!!” akhirnya kuucapkan juga kata itu.
“Enak gak kontol aku, sayang? Kalo enak, bilang dong.” pintanya.
Aku makin tidak mengerti apa mau Andi, namun cumbuannya yang tak berhenti
membuatku tak sanggup berpikir lagi. “Iya, enak, mas…” jawabku pada akhirnya.
“Apanya yang enak? Yang lengkap dong kalo jawab!”
“K-kontol mas Andi, e-enak.” aku merasa sangat nakal sekali mengucapkan kalimat
itu, dan aku tak tahu apa maksud Andi menyuruhku mengatakan itu. Namun anehnya,
setelah aku mengucapkan kalimat itu, birahiku justru semakin meninggi.
Kini tanganku dituntunnya ke arah lubang kelaminku sendiri. Lalu ditahannya
disana. Andi menggunakan tanganku untuk mengelus-elus kelentitku dan bibir
kemaluanku sendiri.
“Memek kamu juga enak, Lin. Itulah sebabnya kenapa dulu aku nekat, aku selalu
ngaceng kalau lihat kamu. Dan memang benar, memekmu ternyata nikmat dan gurih.“
katanya.
Aku hanya terdiam mendengarnya, aku lebih berkonsentrasi merasakan sensasi
usapan di kelentitku.
“Kamu suka gak kalo memekmu dientot sama kontolku?” tanya Andi lagi.
“He-eh,” aku hanya mengangguk pelan.
“Bilang dong kalo suka. Bilang kalo memek kamu suka kalo dientot sama kontol
aku!!”
Aku benar-benar tak mengerti apa mau Andi, tapi aku turuti saja kemauannya.
“Iya, mas. Memekku suka banget kalo dientot sama kontol mas.” aku sendiri tak
percaya aku bisa mengucapkan kalimat senakal itu dari bibirku. Namun sama
seperti tadi, setelah mengucapkannya, rasanya hasratku menjadi semakin tinggi.
Aku merasa tidak tahan lagi. Oh, aku sudah benar-benar menjadi wanita binal.
“Hehehe… gitu donk, sayang. Kamu udah gak tahan ya pengen dientot sekarang?”
goda Andi tepat sasaran.
“He-em.” aku hanya mengguman pelan sambil menganggukkan kepala.
“Kok he-em doang? Bilang yang jelas dong, kalo memek kamu sudah gak tahan
pengen dientot sama kontolku…”
“Ehh... iya, mas. Entot memek Lina sekarang, mas. Lina pengen dientot sekarang
pake kontol mas.” aku sendiri terkejut bisa mengucapkan kalimat itu, tapi aku
tidak perduli, karena rasanya semakin nakal dan semakil binal aku berkata,
semakin tinggi pula birahi melanda tubuhku.
“Aaaahhh… masss…” aku terkejut saat tiba-tiba Andi mendorong jari tengah dan
jari telunjukku masuk ke dalam kelaminku sendiri yang sudah basah. Lalu
tangannya menuntun jari-jariku tersebut untuk mengocok kelaminku sendiri,
mengocok lubang memekku!
“Enak, sayang? Ayo bilang terus kalo kamu suka banget ngentot sama aku. Ayo!!”
Aah, sepertinya aku semakin menjadi, nikmat dan sensasi baru yang luar biasa
melanda tubuh mulusku. Tangan Andi semakin cepat menuntun jariku untuk mengocok
memekku. “Iya, mas... Lina gak tahan pengen dientot sama kontol mas!” sensasi
ini semakin meninggi setiap kali aku selesai mengucapkan kalimat-kalimat nakal
tersebut.
“Entot Lina sekarang, mas. Lina udah gak tahan. Aahhh…” aku makin berani
sekarang, dan aku sudah tidak peduli lagi, toh aku sudah menjadi budak seks
Andi.
“Mas, Lina pengen digenjot tiap hari sama kontol mas yang gede itu…” entah
siapa yang mengajari aku mengucapkan kata-kata seperti itu, tapi tiap kali aku
mengucapkannya, aku menjadi semakin nikmat. Lalu kurasakan tubuhku mengejang,
nafasku semakin berat, yah kurasakan sebentar lagi orgasmeku akan segera tiba.
Kini tanpa dituntun lagi oleh tangan Andi, jari-jariku sudah semakin cepat
mengocok lubang memekku sendiri.
“Aaaahhh… auuuhhhh... maassss… oouughhh…” dan meledaklah orgasmeku. Rasanya
benar-benar nikmat, aku sepertinya baru kali ini merasakan orgasme yang seperti
ini. Ah, andi memang pintar memancing birahiku.
Aku mulai mengatur nafasku, orgasme yang kurasakan tadi benar-benar luar biasa.
Selanjutnya Andi benar-benar menjadikan malam itu sebagai malam yang penuh
dengan hasrat birahi. Semalaman tubuhku dijadikan pemuas nafsu seksualnya, tapi
kurasakan nafsu seksualku juga terpuaskan. Berkali-kali kuucapkan
kalimat-kalimat nakal itu yang membuat birahiku semakin meninggi dan orgasmeku
semakin cepat datang.
Semalaman itu, entah sudah berapa kali aku orgasme. Mulai dari memekku hingga
mulutku rata mendapatkan semprotan sperma dari Andi. Kemaluan pemuda itu memang
benar-benar luar biasa, meskipun sudah berkali-kali orgasme, namun mampu
bangkit lagi dengan cepat. Aku tak tahu apa dia benar-benar bernafsu terhadapku
atau memang dia seorang maniak seks. Namun aku tak perduli, yang penting aku
menikmati dan terpuaskan. Malah sepertinya aku ketagihan bersetubuh dengannya.
Aku ketagihan kontol besarnya!!!
***
Seharian ini kuhabiskan waktuku untuk beristirahat, setelah semalaman tubuhku
digarap oleh Andi. Menjelang sore, aku bangun untuk membersihkan rumah dan
membersihkan tubuhku. Malam ini Andi tidak menyetubuhiku karena Novi sudah
pulang siang tadi. Walaupun aku belum bertemu dengan Novi, tapi aku sempat
mendengar suaranya tadi siang. Mungkin sekarang mereka sedang bercinta.
Tiba-tiba aku merasa sangat iri dengan Novi yang memiliki suami seperti Andi,
yang hebat dalam bermain ranjang. Tidak seperti mas Herry, suamiku, yang hanya
sibuk memikirkan pekerjaannya.
Saat mandi, kubayangkan mereka berdua sedang bercinta. Aku yakin Novi pasti
juga hebat dalam bercinta, karena kutahu mereka selalu nampak mesra. Novi
memang ceplas-ceplos kalo bicara, kadang dia tidak malu-malu untuk mencium
suaminya di depanku bahkan mengucapkan kalimat-kalimat nakal di depanku.
Kalimat yang baru tadi malam aku ucapkan. Ah, tiba-tiba birahiku muncul. Aku
berniat untuk memuaskan tubuhku sendiri. Tapi segera kuurungkan niatku.
Cepat-cepat aku selesaikan mandiku, lalu berganti baju.
Sehabis maghrib, aku hendak bersiap-siap masak untuk makan malam. Ketika kubuka
kulkasku, tiba-tiba kudengar ketukan di pintu rumahku.
“Lin, Lina… Novi nih, bukain dong!” oh, ternyata Novi, dalam hatiku. Lalu aku
pun bergegas membukakan pintu.
“Wah, kamu lama bener perginya…” sapaku ramah, kulihat Novi membawa rantang
makanan. Setelah berciuman pipi, kupersilahkan dia duduk di sofa ruang tamu.
“Nih oleh-oleh, ayam kampung panggang presto khas dari sana. Belum basi kok.”
“Wah, Nov, kebetulan nih aku baru mau masak. Makasih ya... yuk kita makan
sama-sama, mas Herry sedang keluar kota soalnya.”
“Wah, kamu sendirian dong? Aku udah makan kok, Lin, kamu makan aja cepet.”
“Andi kerja, Nov?“ entah kenapa kutanyakan hal itu.
“Enggak, dia kusuruh mbolos, hehehe... maklum, aku kangen.” ujar Novi genit.
Aku berusaha menenangkan diriku sendiri seolah-olah tidak terjadi apa-apa
antara diriku dengan Andi. Sementara ini sandiwaraku di depan Novi berjalan
lancar, padahal sudah beberapa bulan ini suaminya membagi kenikmatan bersamaku.
“Eh, Lin, sekarang kamu makan dulu yah, ntar kalo udah gak ada kerjaan, cepet
ke rumahku. Ada yang mau aku ceritain, hehehe… pokoknya tak tunggu.” kata Novi
sok misterius.
“Nggak besok aja ta? Ntar ganggu lagi.” godaku padanya.
“Kok ganggu? Ya enggaklah, kan aku yang suruh. Masa kamu sama teman sendiri
berani nolak?!”
“Bukan gitu, Nov...” belum selesai kalimatku, sudah dipotong oleh Novi.
“Aku ndak mau tahu. Pokoknya malem ini, kalo kamu udah gak ada kerjaan, tak
tunggu di rumah. Titik. Dan awas kalo gak dateng!“
“Iya deh, iya. Aku nurut kok.”
“Ya sudah, aku pulang dulu. Tak tunggu ya, daaah...”
Setelah Novi kembali ke rumahnya, aku mulai makan. Novi memang sudah aku anggap
sebagai keluargaku sendiri. Di kompleks perumahan yang baru jadi ini, masih
sepi penghuninya, sehingga aku bersyukur punya tetangga seperti Novi. Tapi
setelah hubungan gilaku dengan Andi, kadang aku merasa bersalah dengan Novi.
Tetapi aku tak kuasa menolak ajakan Andi, kalo sudah berdua dengannya, entah
kenapa, aku seperti kerbau yang dicucuk hidungnya, selalu menurut saja apa
perintah Andi. Aku sudah menjadi budak seks laki-laki itu kalo berdua
dengannya. Dan aku sudah berubah menjadi wanita yang binal dan nakal, tapi
herannya aku juga tidak peduli.
Sambil mencuci piring dan membereskan meja makan, aku berpikir dalam hati, ada
apa ya Novi kok menyuruh aku datang ke rumahnya? Tumben. Sempat terbersit rasa
khawatir, jangan-jangan Novi tahu hubungan gilaku dengan suaminya. Namun
melihat tingkah Novi tadi, sepertinya tidak ada apa-apa yang perlu
dikhawatirkan. Baiklah, aku akan berusaha bersikap wajar nanti.
***
“Masuk, Lin. Yuk sini, kita ngobrol di kamar. Aku punya oleh-oleh buatmu.” Novi
langsung menyeretku masuk ke dalam kamar tidurnya. Setelah itu ditutupya pintu
kamar.
“Oleh-oleh apa sih, Nov? Eh, Andi mana?“ aku hanya menurut saja dan sedikit
kebingungan dengan tingkah Novi.
Novi mengenakan kimono bermotif batik selutut, sepertinya dia baru saja mandi.
Tubuhnya juga harum, aku menduga mereka hendak pergi, dan sebelum pergi, ada
oleh-oleh yang mau diberikan kepadaku. Cuma aku heran, mau kemana mereka
malam-malam begini?
“Nah, ini, Lin, oleh-oleh buatmu, apik to? Ayo, coba pake sekarang!“ Novi
memberikan sebuah bungkusan kepadaku.
“Eh, Nov, apa ini?“ aku terkejut melihat pemberiannya. Sebuah baju tidur
berwarna putih yang sangat transparan dan tipis. Bagian bawahnya juga sangat
pendek, dan bagian dadanya sangat rendah. Sisi-sisinya dikelilingi oleh
renda-renda yang lembut, dan ada juga celana dalam semotif dan tentu saja
tipis. Rupanya sepasang dengan baju tidurnya.
“Wes to, ndak usah banyak tanya. Ayo copot copot bajumu, aku pengen lihat kamu
pake ini!” dipaksanya aku melepas bajuku.
Walaupun sedikit heran, akhirnya kubuka juga bajuku. “Eh, Andi mana, Nov?“
kembali aku bertanya, takut dipergoki saat aku sedang melepas baju.
“Di belakang. Sudah, kamu ndak usah takut, ndak bakal dia masuk. Ayo, buka BH
sama celana dalem kamu. Pake ini!” aku terkejut dan agak malu sebenernya, belum
pernah Novi seperti ini sebelumnya. Tapi aku turuti juga kemauannya. Kulepas
bra dan celana dalamku. Kini aku benar-benar polos di depan Novi.
“Wah, Lin, kamu emang bener-bener seksi, hehehe…” Novi memandangi payudaraku
yang membuncah indah. ”Ayo coba pake ini, aku pengen lihat!” diambilnya
pakaianku, lalu digantungnya di balik pintu, sementara aku mencoba baju tidur
pemberiannya.
Setelah kupakai, kami menuju kaca rias. Tampak di cermin, tubuhku memakai baju
tidur pemberian Novi. Ada perasaan malu tapi juga bangga, ternyata tubuhku
seksi kalo memakai pakaian seperti ini. Baru kali ini aku memakai baju super
tipis seperti ini. Buah dadaku nampak menyembul dan baju tidur ini ternyata
sangat pendek sehingga sebagian celana dalam yang menutupi kemaluanku jelas
terlihat.
“Seksi to? Wuiih, beruntung banget mas Herry dapetin kamu. Kalo dia lihat kamu
pake ini, pasti kontolnya langsung ngaceng, hehehe…”
“Ah, kamu ini bisa aja...” karena merasa malu dan gak enak kalo sampe Andi
masuk ke kamar, aku bermaksud untuk melepas baju ini.
“Wehh, kok dilepas? Kamu mau kemana? Entar dulu tooh...” aku terkejut karena
Novi melarangku. Aku jadi semakin bingung, apa lagi maunya dia. Tapi aku turuti
kemauannya.
“Eh, trus mau ngapain, Nov? Ntar kalo Andi masuk gimana?“ aku memberikan
alasan.
“Sudah, ndak usah mikirin Andi. Yuk kita ngobrol, aku kangen ngobrol sama
kamu!” diajaknya aku duduk di tempat tidur. Terus terang, aku agak canggung
memakai baju ini. Tetapi aku percaya Novi, jadi aku turuti saja permintaannya.
“Loh, kamu kok jadi kaku begitu, piye to iki? Kayak gak pernah main kesini aja!
Nyantai aja, Lin...”
Akhirnya kami selonjoran di atas tempat tidur Novi. Dia mulai bercerita soal
perjalannya ke luar kota kemarin. Karena risih, aku ijin padanya untuk menutupi
kakiku dengan selimut, tapi dilarangnya. Tentu saja aku heran, tapi aku mencoba
bersikap biasa saja.
“Tahu ndak, Lin, kemaren aku dapet barang bagus loh disana, hehe...”
“Maksudnya, Nov? Barang apa sih?“ aku penasaran.
“Mau lihat gak?“ tanyanya.
Aku hanya mengangguk dan penasaran. Terus terang aku heran, kok Novi jadi aneh
gini ya, gak seperti biasanya. Tiba-tiba dia menyalakan TV dan VCD player. Lalu
Novi mengambil plastik hitam dari dalam lemarinya dan dilemparkannya ke atas
kasur. Karena penasaran, aku lihat apa isinya.
“Lho, Nov, ini apaan?“ aku terkejut begitu mengetahui ternyata isinya adalah
beberapa DVD film porno, di sampulnya nampak gambar wanita-wanita mandarin
berpakaian tipis dan berpose cukup vulgar.
“Ini barang bagus, apik iki film e, Lin. Yuk kita tonton satu...”
“Eh, Nov…” aku kembali bingung, tapi aku hanya diam ketika Novi mulai memutar
salah satu film itu. Seumur-umur, baru sekali aku melihat film porno, itupun
dengan suamiku dan gak sampe selesai karena mas Herry sudah keburu gak tahan
dan langsung mengajakku bercinta. Kini Novi mengajakku nonton film porno, dan
aku makin deg-degan, ada apa ini? Tapi aku mencoba bersikap wajar.
Sekitar 20 menit kami berdua menonton film itu. Pemainnya orang mandarin, entah
China atau Jepang, aku tidak tahu. Tapi terus terang, birahiku sedikit terusik
melihat adegan saling bercumbu di film itu. Pemain lelakinya menciumi seluruh
tubuh wanitanya, lubang kemaluan wanitanya dijilati sampai si wanita mengalami
orgasme. Melihat itu, aku jadi merinding dan teringat permainan gilaku dengan
Andi, suami Novi, orang yang kini mengajakku menonton film porno ini.
“Kok diem aja, Lin, terangsang yo?” tiba-tiba tubuh Novi sudah merapat pada
tubuhku.
“Eh, Nov… aku pulang aja ya…” aku merasa malu, sehingga terlintas dipikiranku
untuk pulang saja.
“Eh, ntar dulu toh... filmnya aja belom abis, hehehe… udah ga kuat ya?” Novi
menggodaku.
“Ah, kamu ini bisa aja.”
“Aku terangsang lho, Lin, masa kamu ndak? Hayo, jujur…”
“Ehhh... Nov, a-ada a-apa…” aku terkejut saat tiba-tiba Novi mencium pipiku dan
mengelus bagian atas buah dadaku yang menyembul indah.
“Masa ndak boleh aku cium kamu, aku kan temenmu? Aku sayang sama kamu, Lin…”
kini Novi semakin berani. Tangannya sudah menyusup meraba puting buah dadaku.
“Nov, jangan...” aku mendadak bingung melihat perlakuan Novi kepadaku, tentu saja
aku menjadi risih.
“Sudah, nurut saja sama aku. Nih pentilmu sudah kaku, kamu terangsang toh?”
mendadak direbahkannya tubuhku, lalu sebagian tubuh Novi menindihiku. Dan
tangannya semakin buas meremas dan memainkan bulatan payudaraku.
“Noovvv...” tanganku berusaha menahan tangan Novi ketika ia menyentuh
kelaminku, tapi Novi tampaknya tidak perduli, disingkirkannya tanganku lalu
jari-jarinya memainkan kelentitku dengan lembut.
“Itilmu sudah basah, Lin, pasti enak kalo diemut. Boleh gak aku emut itilmu?”
kulihat wajah Novi berubah sayu dan tampak lain dari biasanya. Pikiranku
menjadi kacau. Aku bertanya dalam hati, ada apa dengan keluarga ini?
“Nov, aku… anu…” aku terbata-bata, bingung tidak tahu apa yang menimpaku ini.
“Sudah, kamu nurut saja. Masa cuma Andi aja yang boleh nyicipi memekmu. Mosok
aku ndak kamu casi? Aku kan juga pengen.”
“Hah?!” sontak aku terkejut mendengar perkataan Novi. Perasaan malu dan takut
bercampur menjadi satu. Novi ternyata tahu hubungan gilaku dengan Andi, tapi
aku kaget mengapa reaksinya seperti ini.
“Kamu sudah ngerasain enaknya kontol suamiku tooh? Sekarang gantian aku yang
menikmati memekmu...”
“Nov, aahhh…” aku gak tau mau berkata apa lagi, tubuhku rasanya kaku, bagai
disambar petir aku mendengar kalimat Novi.
Lalu yang bisa kulakukan hanya memejamkan mata, sambil dadaku berdegup kencang
sekali. Apakah ini nyata? Ah, aku tidak tahu, aku bingung.
“Lin, buka matamu. Ndak usah takut, ndak usah malu, aku udah tahu dari awal
kok. Ndak apa-apa, Lin, aku rela kok berbagi suami sama kamu. Tapi boleh kan
aku nyicipin tubuhmu yang montok ini?” bisik Novi.
Kubuka mataku, kulihat wajah Novi tepat berada di hadapanku. Tak terasa, aku
menangis, air mataku meleleh. “Maafin aku, Nov, aku…”
“Sudah, ndak usah nangis gitu. Aku maafin kamu dengan satu syarat, ijinkan aku
menikmati tubuhmu juga. Adil toh…” aku semakin bingung dengan permintaan Novi.
Tetapi akhirnya aku iyakan permintaannya, kuanggukkan kepalaku tanda setuju.
Pikirku, hanya ini yang dapat kulakukan, aku pasrah.
“Nah, gitu dong, pinter. Sekarang, ayo cium temenmu ini, sayang...” Novi
mendekatkan bibirnya.
Lalu kami berduapun berciuman dengan ganas, lidah kami saling memilin, tak
terasa air liur kami pun saling bertukaran. Walaupun aku merasa risih namun
kuputuskan untuk menikmati permainan ini. Sudah kepalang tanggung, pikirku. Aku
tak tahu mengapa semua ini bisa terjadi, tapi hanya ini yang bisa aku perbuat,
dan aku berusaha untuk menikmatinya.
Setelah cukup lama berciuman, tak terasa birahiku perlahan mulai naik. Novi sudah
melepas tali kimononya, ternyata ia tak memakai bra dan selana dalam. Lalu
dilepaskannya kimono itu hingga kini dia benar-benar telanjang bulat di
depanku. Payudaranya lebih besar dari punyaku, dan nampaknya masih kencang.
Begitu juga tubuhya, masih indah terawat.
Novi tidur menyamping di sebelahku dan memintaku untuk menghisap putingnya. Ini
pertama kalinya aku menghisap puting wanita. Kuhisap-hisap dan kujilat tonjolan
mungil itu. Aku meniru gaya Andi saat biasanya ia menjilati putingku. Entah
kenapa, tiba-tiba aku merasakan sensasi lain, sepertinya aku menikmati ini.
“Aaahhh... Lin, enak banget isepanmu. Pantes Andi ketagihan sama emutanmu.”
rintihan Novi semakin membuatku bergairah dan bersemangat untuk mencumbunya.
Entah pikiran apa yang melanda diriku saat ini, namun tanpa disuruh, aku
mencumbu Novi seperti biasanya Andi mencumbuku. Kujilati leher Novi dengan
buas, lalu turun ke perut, naik lagi menuju buah dadanya.
“Aaahhh... Liinnn, ennnaakhhh…” rintihnya pelan.
Tiba-tiba Novi bangun dan membalikkan badanku hingga sekarang aku kembali di
bawah dan Novi di atas. Kini gantian dia yang mencumbuiku.
“Aahh... mbaaak.” tak terasa, aku ikut mendesah. Yah, aku merasakan sensasi
lain, sensasi yang benar-benar luar biasa, dan kali ini dengan mantap kuputuskan
untuk ikut dalam permainan ini dan aku akan berusaha menikmatinya.
“Oooohhhh... mbaakk, ennnaakk…” aku meracau tidak karuan saat lidah Novi
menjilat-jilat bibir kelaminku. Buas sekali dia melahap kemaluanku yang sudah
basah itu.
“Aaahhhhh... ooohhh…” aku semakin meracau kegelian. Kini jari Novi sudah
mengocok-ngocok di dalam kelaminku, sementara bibirnya menggigit-gigit
kelentitku.
“Aaahhh… ahhhh…” tubuhku menggeliat tidak karuan, rupanya permainan lidah Novi
di kelentitku lebih hebat daripada Andi. Dan tentu saja hal ini membuatku makin
blingsatan keenakan.
“Aaaggghhhhh... Nooovv, a-aku... k-keluuaarrr... aahhh…” kemaluanku
berdenyut-denyut saat orgasmeku datang, nikmatnya benar-benar luar biasa.
Nafasku menjadi tersengal-sengal. Aku merasa belum pernah aku sebirahi ini,
senikmat ini. Ahh, aku sudah benar-benar sah menjadi wanita binal dan liar.
Tapi, aku tak peduli.
“Ssrruuppp… sllruupp…” Novi menghisap dan menelan seluruh cairan orgasmeku.
Setelah itu dia mencium bibirku dengan penuh nafsu, kubalas ciumannya dengan
penuh nafsu juga. Tercium aroma kemaluanku dari bibirnya, namun sekali lagi,
aku tak perduli.
“Sekarang gantian kamu jilatin memekku ya, gak jijik kan, sayang?” tanyanya.
“Ohh, tentu saja gak. Nov. Pasti memekmu enak banget ya…” kini aku sudah berani
ikut-ikutan bicara nakal, dan aku menikmatinya.
Novi setengah duduk di bagian atas kasur, kakinya dibuka mengangkang sehingga
nampaklah memeknya yang kelihatan sudah basah dan mengkilat. Membuatku tak
sabar untuk segera menjilatnya. Aku pun nungging, dengan kepala mengarah ke
memek Novi. Langsung kuhisap dan kujilati belahan sempit itu. Aku gak mau
kalah, aku juga ingin Novi merasakan apa yang tadi aku rasakan.
“Aaahhh... Liinnnn… pinter bangeett kamuu…” rintihnya sambil meremas-remas
payudaranya sendiri.
“Aaahhh... teruusss Liinnn... enakkhh banggetthhs... aghhh...” Novi terus
meracau keenakan sementara tangannya menahan kepalaku, menekannya semakin dalam
ke lubang memeknya. Mendengar racauannya, aku makin bersemangat menjilati memek
dan kelentitnya.
“Wah, udah mulai yah, hehehe… kok gak ngajak-ngajak sih, hehehe...?”
Sontak aku terkejut mendengar suara itu. Yah, itu suara Andi. Sejenak aku
terdiam, lalu aku mengangkat kepalaku. Aku sempat bingung harus berbuat apa.
“Loh, kok berhenti, Lin? Ayo dong lanjutkan, kan aku belom dapet… ndak apa toh
kalo Andi ikutan gabung sama kita? Biar rame...” aku terdiam mendengar omongan
Novi. Malah dalam hati aku berpikir: ah, sudah kepalang tanggung ini, dan
rasanya bener-bener nikmat, lebih baik aku teruskan saja.
Andi langsung mencopot bajunya dan naik ke atas kasur. Lalu dia berdiri di atas
kami berdua dengan batang kontolnya yang sudah menegang besar. Tanpa dikomando,
aku dan Novi segera melahap kontol yang besar itu. Berdua kami menjilati dan
menghisap batang Andi yang rasanya sungguh-sungguh nikmat. Nampak Andi
benar-benar keenakan, dua wanita sedang memanjakan kontolnya dengan
jilatan-jilatan lidah dan hisapan bibir.
Lalu kami mengambil posisi seperti tadi, Novi mengangkang di depanku, aku menjilati
memeknya, sementara kontol Andi menggenjot memekku yang nungging dari belakang.