- Home >
- Fitri yang terbuai pegawai bank harian
Terus terang tak pernah aku berpikir bisa berbuat seperti ini sebelumnya. Di kalangan masyarakat komplek perumahan yang kutinggali, aku termasuk ibu rumah tangga yang alim dan terhormat.
Aku sangat mencintai suamiku, Mas Asmin yang berusia 40 tahun,
cukup ganteng, punya profesi seorang sopir bus antar propinsi ,dia jarang di
rumah karang seminggu sekali baru pulang.
Aku sendiri Fitri, 35 tahun, cukup cantik, bahkan menurut tetanggaku aku sangat
cantik, hingga mereka bilang aku sexy. Setiap keluar rumah, aku selalu memakai pakaian
yang sopan yang menutupi seluruh tubuh. Aku pun aktif di pengajian-pengajian
yang sering diadakan di sekitar rumahku.Memang kuakui aku agak kesepian.
Sejak 15 tahun perkawinan, kami juga dikaruniai 2 anak. Saat-saat suami tak di
rumah aku sering khawatir dan cemburu, takut dia mencari perempuan lain yang
bisa memberikan anak. Demikian pula saat suami sedang sibuk atau lelah dan tak
banyak ngomong, aku sudah cepat curiga dan cemburu pula. Aku sering membesarkan
hati sendiri, bahwa tak ada yang kurang dari diriku. Pakaian islami, tubuh
sintal, kulit putih, ukuran payudara 36B, pantat pun masih montok, tak
mungkinlah suamiku mencari wanita lain di luar sana.
Demikianlah pada suatu ketika karena aku ada sedikit gangguan kesehatan, aku
pergi berobat ke sebuah p***klinik posyandu yang tidak jauh dari rumahku.
Biasanya suamiku sendiri yang mengantar ke RS Medika Kuningan, tetapi karena sedang
tugas keluar kota jadi aku harus ke dokter sendiri. Hari itu aku memakai rok
panjang yang berwarna putih serta jilbab berwarna merah muda yang juga panjang.
Saat aku turun dari angkot (kendaraan umum) nampak di ruang tunggu posyandu
sudah penuh orang. Tetapi aku santai saja karena memang tak ada urusan yang
menunggu sehingga harus buru-buru. Mas Asmin, keluar kota untuk 1 minggu sejak
kemarin pagi. Aku juga tak perlu masak memasak. Kami berlangganan makanan dari
tetangga yang mengusahakan catering.Sesudah beberapa saat menunggu, aku berasa
kepingin ke toilet untuk kencing.
Sesudah melalui lorong p***klinik yang cukup panjang dan kemudian deretan pintu
toilet untuk lelaki aku sampai ke toilet perempuan.Pada saat inilah peristiwa
itu terjadi hingga melahirkan cerita ini. Tanpa sengaja saat melewati toilet
lelaki aku menengok ke sebuah toilet yang pintunya menganga terbuka.
Aku langsung tertegun dan sangat kaget seakan tersengat listrik. Kusaksikan
seorang lelaki sedang berdiri kencing dan kulihat jelas pancuran kencingnya
yang keluar dari kemaluannya yang nampak tidak tersunat.Yang membuat aku
tertegun adalah kemaluan lelaki itu. Aku anggap sungguh luar biasa gede dan
panjang. Dalam pandangan yang singkat itu aku sudah berkesimpulan, dalam
keadaan belum tegang (ngaceng) saja sudah nampak sebesar pisang tanduk.
Aku tak mampu membayangkan sebesar apa kalau kemaluan itu dilanda birahi dan
ngaceng. Aku masih tertegun saat lelaki itu menengok keluar dan melihat aku
sedang mengamatinya. Entah sengaja atau tidak, dia menggoyang-goyangkan
kemaluannya itu. Mungkin untuk menuntaskan kencingnya.
Aku cepat melengos. Aku malu dikira sengaja untuk melihatinya. Dan aku juga
malu pada diriku sendiri, sebagai istri ataupun wFitrita sebagaimana yang aku
gambarkan di atas tadi. Tetapi entahlah. Barangkali lelaki tadi telah sempat
melihat mataku yang setengah melotot melihat kemaluannya. Aku sendiri jadi
resah. Hingga sepulang berobat itu perasaanku terus terganggu.
Aku akui, oleh sebab peristiwa itu selama aku menunggu panggilan dari petugas
p***klinik, pikiranku terus melayang-layang. Aku tak mampu menghilangkan
ingatanku pada apa yang kusaksikan tadi. Mungkin aku tergoda. Dan tidak
sebagaimana biasanya, libidoku terganggu. Bayangan akan seandainya kemaluan
sebesar itu menembusi vaginaku terus mengejar pikiranku. Jantungku terus
berdegup kencang dan cepat.
Entah apa yang kumaui kini. Kenapa aku jadi begini?! Seorang Fitri Nurul
Hidayah yang cantik, terhormat, dan alim tak boleh berpikir seperti ini !Bahkan
kini aku mulai mencari-cari, siapa sebenarnya lelaki itu. Kutengok-tengok di
antara pengunjung yang berada di ruang tunggu dan juga sepintas yang ada di
teras dan halaman kebun, namun aku tak pernah menjumpainya lagi.
Khayalanku bahkan terus bergerak menjadi demikian jauh. Kubayangkan seandainya
kemaluan macam itu berdiri tegak macam Tugu Monas. Dan aku berada di dekatnya
hingga hidungku disergap aroma kelelakiannya sambil aku membayangkan menjilati
kemaluan tegak itu. Ahh.. Tanpa sengaja tanganku memilin puting susu dari balik
jilbab panjangku. Rasa gatal kurasakan pada ujung-ujung pentilku, begitu hebat.
2 hari kemudian Aku sedang menyirami kembang di halaman saat aku dengar tukang kredit
harian lewat depan rumahku, “bu bu…” teriakannya yang khas.Sudah lebih dari 3
bulan dia selalu datang kerumahku karena aku punya pinjaman. Aku langsung
bukakan pintu “silahkan masuk bang”
Tanpa banyak pikir lagi,”Bang, tunggu ya, saya langsung masuk, tuhh…” sambil
aku beranjak memasuki rumah untuk mengambilnya.Namun ternyata siabang itu
sambil curi curi pandang kearahku,karena kepetulan aku hanya pakai daster
pendek spontan ketika aku berjongkok terlihat jelas dua bukit kembarku yang
menggelantung.
Aku langsung menyodorkan kertas buku angsuranku “jadi sisa
berapa lagi bang angsuranku” sepuluh lagi bu kata tukang kredit itu.
“Terima kasih, Bu..”Dan aahh.. Kurang ajar bener nih Abang. Saat aku menyerahkan
uang di ruang tamu rumahku itu tangannya setengah meraih dan kurasakan hendak
meremas tanganku. Aku tarik secepatnya dan.. Aku kaget. Bukankah ini lelaki
yang kulihat di p***klinik kemarin. Orang yang telah membuat jantungku berdebar
keras-keras. Semula aku hendak marah, namun kini ragu. Hatiku bicara lain.
Bukankah dia yang telah mampu membuat aku resah gelisah. Bu Fitri yang alim ini
kini tertegu penuh birahi di hadapan seorang pegawai bank keliling.Tak
terelakkan mataku mencari-cari. Mataku menyapu pandang pada tubuhnya. Berbaju
kaos oblong dengan badan kekar, aku memperhatikan gundukan menggunung pada
selangkangan yang bercelana jeans. Namun bila dilihat lebih jelas lagi,
ternyata Abang ini bersih dan.. Sangat jantan.
“Haahh… rasanya saya pernah lihat Abang ini, deh,” begitu aku berpura
kelupaan.Dia melihati aku dengan pandangannya yang tajam menusuk. Terus terang
aku jadi takut dan bergidik. Mau apa dia ini?
Dan yang terjadi adalah langkah pasti seorang pejantan,”Yaa.. Aku melihat ibu
di p***klinik itu, khan. Waktu itu ibu menengok aku yang sedang kencing?!”
Aku nggak setuju dengan tuduhannya itu. Namun apa sih artinya. Toh terbukti dia
telah menggetarkan jiwaku. Dan dengan penuh percaya diri yang disertai
senyumannya yang mesum dia mendesah berbisik..”Aku sering berselingkuh dengan
perempuan di luar istriku, Bu. Aku tahu kebanyakan perempuan suka dengan apa
yang aku punya. Aku sangat tahu, Bu,” dengan bisik desah serak-seraknya tanpa
ragu dia membanting dan merobek-robek harga diriku. Dan yang lebih hebat
lagi.”Nih….. Ibu mau lihat?,” tanpa ragu lagi di cepat membuka celananya dan
mengeluarkan kemaluannya yang masih belum tegak berdiri.
Namun aku sekarang menjadi sangat ketakutan.Bagaimana seandainya dia bukan
hanya menarik hati saja tetapi juga berbuat jahat atau kejam atau sadis padaku.
Apa jadinya? Ahh, dia telah melumpuhkan pertahanan diri ku yang berjilbab
panjang ini.”Nggak, Bang.. Cukup. Terima kasih.. Sudah tinggalkan saya..
Tinggalkan rumah ini,” kataku panik, cemas, takut dan rasanya pengin nangis
atau minta tolong tetangga.
Tetapi semuanya itu langsung musnah ketika tanpa terasa tanganku telah berada
dalam genggamannya dan menariknya untuk disentuhkan dan digenggamkan ke batang
kemaluannya yang kini telah bangkit membusung, dengan sepenuh liku ototnya,
dengan semengkilat bening kepalanya, dengan searoma lelaki yang menerpa dan
menusuk sanubariku.
“Lihat dulu, Bu.. Jangan takut.. Aku nggak akan menyakiti ibu,
koq,” bisiknya setengah bergetar, terdengar begitu penuh pengalaman dan sangat
menyihir. Dan aku benar-benar menjadi korban tangkapannya seperti rusa kecil
dalam terkaman singa pemangsanya.”Lihat dulu bu…” sekali lagi diucapkannya.Kali
ini dengan tangannya sambil meraih kemudian menekan bahuku untuk bergerak
merunduk atau jongkok. Dan sekali lagi aku menjadi begitu penurut. Aku
berjongkok. Dan kusaksikan apa yang memang sangat ingin kusaksikan dalam 2 hari
terakhir ini.
Aku yang masih mengenakan daster pendek berwarna biru ini kini tengah
berhadapan langsung dengan kemaluan seorang pria yang bukan suamiku, dan aku
tengah terangsang.Ini bukan saja pesona. Ini merupakan sensasi bagi aku, Ibu Fitri
yang sexy dan montok, istri yang setia itu. Kini aku bergetar.
Dengan jantungku yang berdegup-degup memukul-mukul dada mataku nanar menatap
kemaluan lelaki lain. Sungguh aku terpesona. Kemaluan itu nampak sangat
‘ngaceng’ bak laras meriam yang lobangnya mengarah ke wajahku. Aku menyaksikan
lubang kencing yang menyihir libidoku. Aku menyaksikan ‘kontol’ yang dahsyat.
Aku langsung lumpuh dan luluh. Aku terjerat kelumpuhanku.
Demikianlah pula saat kusaksikan ujung meriam itu mendekat,
mendekat, mendekat hingga menyentuh pipiku, hidungku dan bibirku. Yang kemudian
kudengar adalah sepertinya ‘suara jauh dari angkasa’ yang penuh vibrasi,”Jilat
sayaanngg, isep. Banyak koq ibu-ibu komplek yang sudah menikmati ini juga. Isep
kontolku, bu.
Aku ingin merasakan bibir neng fitri yang sangat cantik dan seksi ini. Aku
ingin merasakan isepan mulut neng yang pake jilbab panjang ini”Tangan kanannya
menekan kepalaku yang masih berbalut jilbab dan tangan kirinya mengasongkan
‘kontol’nya ke mulutku. Bagaimana aku mampu mengelak sementara aku sendiri
serasa lumpuh sendi-sendiku. Aku merasakan ada asin-asin di lidahku.
Aku tersadar. Aku jadi sepenuhnya sadar namun segalanya tengah berlangsung. Aku
tak mampu menghindar, baik dari kekuatan fisikku maupun dari tekad yang
dikuasai rasa bimbang.Tidak lama. Mungkin baru berlangsung sekitar 1 atau 2
menit saat ‘kontol’ itu terasa semakin mengeras dan memanas. Mulutku penuh
dijejali bongkol kepalanya yang menebar rasa asin itu.
Sambil berdiri mengangkangi aku yang jongkok di depannya si Abang dengan sangat
kuat mendorong-dorong kepalaku dan menggoyangkan pinggulnya mendorong dan
menarik ‘kontol’nya ke mulutku. Lagi, lagi, lagi. Hingga nyaris membuatku
tersedak. Rasanya ujung ‘kontol’ itu telah merangsek maju mundur ke gerbang
tenggorokanku.Kedutan-kedutan besar yang disertai semprotan-semprotan lendir
kental yang hangat penuh muncrat ke haribaan mulutku. Aku tahu persis, si Abang
telah menumpahkan air maninya ke mulutku.
Dan kemudian yang tak kuduga sebelumnya adalah saat dia memencet hidungku
hingga dengan ngap-ngapan aku terpaksa menelan tuntas seluruh cairan kentalnya
dan membasahi tenggorokanku.Sepertinya aku minum dan makan kelapa muda yang
sangat muda. Lendirnya itu demikian lembut memenuhi mulut untuk kukunyahi dan
terpaksa menelannya.
Bahkan pada suamiku aku tak pernah merasakan macam ini. Rasanya aku akan jijik
dan tak akan pernah melakukannya pada Mas Asmin.Aku masih tertegun dan setengah
bengong oleh rasa yang memenuhi rongga mulutku saat dia menggelandangku ke
kamar tidurku.
Dengan tenaga kelelakiannya dia angkat dan baringkan tubuhku ke ranjang
pengantinku. Entah kekuatan apa, aku tak mampu mengelakkan apa yang si Abang
ini perbuat padaku. Dia lepasi busanaku. Dia tarik dasterku. Demikian pula
pakaian dalamku. Namun yang aneh, dia menyisakan BH ku
Dia renggut BH-ku seketika hingga aku juga yakin kancing-kancingnya lepas. Dan
tak ayal pula di renggut celana dalamku. Dia ciumi celana itu sambil menebar senyuman
birahi dari gelora syahwatnya yang sedang terbakar berkobar. Kemudian rebah
menindih tubuh telanjangku.
“Neng fitri, biar aku buat neng ketagihan yaa.. Nikmati kontolku neng. Mahal
nih. Aku tak mau sembarang ibu-ibu aku layani. Aku hanya milih-milih saja,”
begitu suara orang yang dilanda prahara birahi sambil tangannya meremasi
pinggul kemudian bokongku sementara bibirnya yang demikian tak terawat nyosor
untuk melumat bibirku. Aku berusaha menolaknya. Rasa jijik dan enggan
menderaku.
Namun sasaran berikutnya benar-benar membuat aku menyerah. Dia
‘kemot-kemot’ pentil susuku. Dia gigiti dagingnya. Entah berapa lama dia isepin
dan tinggalkan cupang-cupang kotor pada seluru bidang dadaku, leherku, bahuku,
ketiakku. Kemudian juga turun keperut, ke selangkangan, ke pahaku. Adduuhh..
Ini sungguh sangat surgawi. Kenikmatan hubungan seksual yang belum pernah aku
dapatkan dari suamiku.Dan ketika puncak birahinya datang, si Abang ini naik
merangsek dan menindih kembali tubuhku.
Kurasakan ‘kontol’nya mulai menggosok-gosok paha dan selangkanganku. Aku sudah
benar-benar terbius. Dorongan nafsu birahiku sudah berada di ambangnya. Aku
sudah tak mampu lagi menahannya. Kini desah, rintih, jerit tertahan keluar dari
mulutku dan memenuhi kamar pengantinku yang sempit ini,
”Tolonng baang.. Ayoo, Bang.. Aku sudah nggak tahaann.. Toloong.. Enak bangeett
baang.. Aku cinta kontol abaang.. Biar aku minum lagi pejuh aba nanti yaa…”
kuraih kemaluan besar itu dengan cepat dan kutuntun untuik menembusi kemaluanku
yang sudah sangat menantinya.Masih dalam upaya penetrasi, dimana ujung ‘kontol’
dahsyat itu sedang menerpa-terpa bibir kemaluanku ketika aku meraih orgasme
pertamaku.
Aku kembali menjerit dan mendesah tertahan. Kulampiaskan nafsu syahwatku.
Kurajam pundak si Abang dengan cakarku. Kuhunjamkan kukuku ke dagingnya.
Rasanya kemaluanku demikian mencengkeram untuk mempersempit kepala kemaluan itu
menembusinya. Namun rasa gatal ini sangat dahsyat.
Si Abang cepat menerkam bibirku sambil mendesakkan kontolnya dengan kuat ke lubangku.Begitu
blezz.. Aku langsung diterpa orgasme keduaku. Ahh.. Inikah yang disebut orgasme
beruntun? Hanya selang 10 detik aku mendapatkan kembali orgasmeku.Ternyata
memang inilah.
Dalam hujan keringat yang menderas dari tubuhku dan tubuhnya
selama 2 jam hingga jam 4 sore, aku mendapatkan orgasme beruntunku hingga
sekitar 10 atau 12 kali. Aku tak mungkin melupakan kenikmatan macam ini.
Mungkin aku tertidur karena puas dan lelah yang kudapatkan.
Aku terbangun saat kupingku mendengar telpon berdering. Aku bangun dan lari
untuk mengangkatnya,”sayang, apa kabar..? Sehat? Aku sedang berada di pusat
kerajinan di kota, nih. Banyak barang-barang artistik disini. Pasti kamu
senang. Mau dibeliin apa?,” demikanlah kebiasaan suamiku kalau bertugas keluar kota.
Dia selalu sempatkan mencari barang-barang kerajinan asli setempat. Dia tahu
aku sangat menyenangi barang-barang macam itu. Kasihan, sementara dia bekerja
keras jauh dari rumahnya, dia telah kehilangan permatanya..
Ternyata dengan gampang aku telah meninggalkannya dalam selingkuhku dengan si
Abang. Masih pantaskah aku menjadi istri yang alim dan terhormat?Kulihat si
Abang telah pergi. Mungkin sebelum aku terbangun tadi. Tumpukkan koran itu
telah dibawanya. Kulihat barang-barangku yang lain tak ada yang berubah dari
tempatnya.
Ah, terkadang kita cepat curiga dengan orang lain yang kelasnya se-akan dibawah
kita.Aku masih termangu hingga sore mengendap dan menggelap. Bibir dan dinding
kemaluanku masih terasa pedih. Aku nggak tahu. Aku ini menyesal atau tidak atas
selingkuh yang telah aku perbuat.
Bahkan aku juga lupa Mas Asmin mau belikan apa tadi?! Yang aku mencoba
mengingatnya hanyalah sekitar 10 atau 12 kali aku telah meraih orgasme dalam
berasyik masyuk sepanjang 2 jam dengan Abang pegawai bank keliling.