Popular Post

Popular Posts

Posted by : cerita kita


 

Episode 1

Kesibukan nampak terlihat di rumah ibu Evi malam itu. Di rumah yang bernuansa putih itu nampak terlihat puluhan warga tengah menyantap hidangan yang disajikan oleh sang tuan rumah. Maklum, malam itu Bu Evi sedang mengadakan acara open house bagi warga Desa Suka Bangun.

Tujuanya satu, untuk meminta dukungan dan doa restu dari seluruh warga dalam pencalonan dirinya yang maju kedua kalinya dalam Pilkades Desa Suka Bangun. Meski dalam Pilkades sebelumnya Bu Evi pernah gagal, namun kali ini beliau sangat optimis bisa memenangkan Pilkades yang akan berlangsung Minggu depan.

Lawan Bu Evi kali ini tak tanggung- tanggung. Dia adalah Pak Bambang- salah satu tokoh masyarakat yg sangat terpandang karena sering memberi bantuan pada kegiatan desa dan sangat dekat dengan para pemuda. Bu Evi dan Pak Bambang akan memperebutkan kursi Kades yg kali ini kosong karena sang Incumbent sudah tak boleh mencalonkan diri lagi ketiga kalinya.

Semua warga nampak asyik menikmati hidangan yang disajikan sembari bercengkrama satu sama lain. Beragam hidangan lezat mulai dari sate, soto, bakso, siomay hingga beragam camilan nampak disajikan di meja prasmanan.

Dengan mengenakan gamis berwarna abu abu gemerlapan, Bu Evi nampak menjadi pusat perhatian banyak orang. Untuk menutupi dadanya yg besar, ia sengaja memilih jilbab lebar berwarna biru muda yg terlihat cocok dengan gamisnya.

Tak lupa, sapuan lipstik warna merah yg senada dengan kalung yang dikenakannya nampak kompak menambah pesona wanita 42 tahun tersebut. Dengan senyum manisnya ia menyapa dan menyalami semua tamu yang hadir satu demi satu.

Pada setiap tamu yang hadir, Bu Evi meminta doa dan dukungan mereka. Diantara tamu itu, turut pula Pak Hendro. Sebagai salah satu tokoh desa yang terkenal sebagai seorang saudagar kaya, tentu saja Bu Evi tak lupa untuk mengundang sosok pak Hendro.

Bagi pak Hendro, undangan tersebut sangat berarti untuknya. Pak Hendro tak mau melewatkan kesempatan itu. Selain beliau masih satu RW dengan Bu Evi, namun Pak Hendro selama ini juga diam diam menaruh hati kepada sosok Bu Evi. Dengan statusnya sebagai seorang duda, sosok Bu Evi yang cantik tentu saja sangat menarik minatnya, terlebih Bu Evi juga berstatus sebagai seorang janda.

"Mohon dukungan dan doa restunya ya pak," sapa Bu Evi kepada pak Hendro sembari tersenyum.

"Tentu saja Bu, saya akan dukung ibu 100%. Desa ini perlu sosok pemimpin yg cerdas dan visioner seperti ibu." Jawab pak Hendro dengan senyum ramahnya.

"Jika saya menang, saya berjanji akan melaksanakan semua program kerja saya. Desa ini akan saya bangun, saya percantik, dan saya sejahterakan. Namun tentu saja, peran warga termasuk pak Hendro sangat kami butuhkan." Kaya Bu Evi.

"Saya setubuh dengan ibu!" ... "Eh maaf, saya setuju maksudnya," goda Pak Hendro kepada janda beranak 1 tersebut.

"Pak Hendro bisa saja," wajah Bu Evi sedikit memerah mendengar candaan nakal Pak Hendro itu.

"Tapi benar Bu, saya akan dukung ibu sepenuhnya. Bukan hanya secara moril, namun bila perlu secara materiil," kaya Pak Hendro.

"Maksud bapak?" Pancing Bu Evi mendengar kesempatan emas di depan matanya.

"Ibu Evi tentu saja sudah paham. Untuk maju dalam Pilkades ini tentu saja ibu memerlukan banyak biaya bukan? Kalau saya amati, kekalahan Bu Evi dalam Pilkades sebelumnya bukan karena ibu tidak cakap,namun karena menurut saya ibu kurang berani dalam mengeluarkan dana guna meraup dukungan. Maafkan saja jika analisa saya ini salah," Pak Hendro berterus terang.

"Bapak benar, saya menyadari itu. Mungkin dulu saya terlalu polos dan idealis. Lantas apa saran bapak...?" Pancingnya kembali.

"Untuk itu, Saya menyarakan ibu untuk ikut bermain uang. Hal itu sudah wajar terjadi dimana mana. Ibu tak perlu bersikap idealis lagi." katanya

"Saya sepakat dengan bapak. Namun... Jujur saya rasa saya masih kalah modal dengan pak Bambang pak," Bu Evi berterus terang.

"Nah, untuk itu lah saya ingin menawarkan bantuan kepada ibu. Jika ibu masih kekurangan dana kampanye, saya siap memberikan pinjaman berapapun yg ibu butuhkan!" kata Pak Hendro sembari tersenyum dalam hati.

"Apa bapak serius? Saya bisa meminjam uang Pak Hendro?" mata Bu Evi bersinar mendengar tawaran emas itu.

"Tentu saja. Ibu bilang saja berapa yg ibu butuhkan?"katanya penuh keyakinan.

"Saya sangat menghargai niatan baik bapak, terima kasih sebelumnya. Namun untuk itu, rasanya tidak enak jika kita bicarakan disini sekarang pak," jawab Bu Evi malu.

"Saya paham Bu, santai saja. Jika ibu malu, kita bisa bicara lewat telepon. Atau ibu bisa datang kerumah. Pintu rumah saya selalu terbuka lebar untuk ibu," kata Pak Hendro meyakinkan.

"Terima kasih sekali lagi pak. Akan saya pertimbangkan dulu hal itu." Bu Evi sedikit terharu akan kebaikan hati pak Hendro.

"Saya tak sabar melihat Desa ini segera dipimpin oleh kepada desa yg tak hanya cerdas,namun cantik seperti itu" rayu Pak Hendro membuat pipi Bu Evi kembali memerah.

Setelah percakapan itu, satu demi satu tamu tamu yg hadir di rumah Bu Evi berangsur angsur berpamitan. Hingga pada pukul 23.15 akhirnya kediamannya sudah kembali lengang hanya menyisakan Bu Evi, Cantika putrinya , dan Bu Darmi pembantu dirumah itu.

Setelah membersihkan seisi rumah dan bersih diri, Bu Evi yang teramat letih memilih untuk segera merebahkan diri di dalam kamarnya. Ditatapnya langit langit kamar itu sembari membayangkan dirinya mengenakan seragam putih yang biasa dipakai saat pelantikan Kepada Desa.

Dalam lamunannya, ia membayangkan dirinya memakai seragam kebanggan itu sembari mendapatkan ucapan selamat dari semua warga atas kemenangannya. Maklum, niatanya untuk menjadi Kades di Desa Suka Bangun sudah teramat kuat. Kegagalannya dahulu memecut dirinya untuk berusaha lebih keras lagi. Jika perlu beragam cara dan usaha akan ditempuhnya agar bisa menang, tak terkecuali jika ia harus bermain uang.

Di saat itulah Bu Evi kembali teringat akan tawaran emas Pak Hendro yang siap memberikan dukungan dana berapapun yg ia butuhkan. Bu Evi tak ingin melewatkan kesempatan itu, ia harus segera berbicara empat mata dengan pak Hendro.

Bersambung..

 

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © CERITA KITA - but you - Powered by cerita kita - Designed by by me -