Popular Post

Popular Posts

Posted by : cerita kita


 

Episode 3

Wajah Bu Evi yg tadinya terlihat bahagia seketika berubah menjadi merah padam mendengar Pak Hendro meminta sesuatu hal yg sangat tidak sopan kepadanya.

"Pak Hendro, tolong jangan mempermainkan saya. Saya tidak suka Pak Hendro bercanda seperti itu!" ucap Bu Evi.

"Saya tidak bercanda bu. Bukankah ibu tadi menawarkan penjaminan kepada saya. Saya rasa, yang saya minta itu adalah jaminan yg mudah bukan?" Jawab Pak Hendro tersenyum.

"Tapi itu diluar yg saya perkirakan. Apa pak Hendro pikir saya wanita murahan?" Semakin memerah wajah Bu Evi.

"Maafkan saya jika apa yang saya minta itu membuat ibu marah. Tapi saya sama sekali tidak menganggap ibu wanita murahan. Saya hanya menawarkan bantuan dengan jaminan yg bukan harta benda. Saya hanya menginginkan foto telanjang ibu saja. Itu sudah menjadi jaminan yg cukup bagi saya untuk memastikan ibu mengembalikan uang saya," Pak Hendro mencoba menjelaskan.

"Tapi pak, apakah tidak ada cara lain?" wajah Bu Evi mulai terlihat akan menitikkan air mata.

"Dengar Bu. Saya memiliki penawaran menarik yg bisa ibu pertimbangkan. Jika ibu mau, ibu cukup mengembalikan uang pinjaman itu 100 juta saja. Ibu bisa mencicil tanpa tenggat waktu dan bunga. Namun ada syaratnya," Pak Hendro kembali merayu Bu Evi.

"Apa itu pak?" Bu Evi mulai pasrah.

"Sayaratnya yakni, setiap kali ibu mencicilnya, saat itu juga ibu harus mau tidur bersama saya. Itu artinya, semakin cepat ibu mencicil hutang ibu, semakin sedikit pula ibu harus melayani saya. Sebaliknya, jika ibu mencicil sedikit demi sedikit, maka semakin sering ibu harus menemani saya tidur. Bagaimana?" tawar Pak Hendro tenang.

"Bapak Gila! Itu sama saja saya menjual diri saya kepada bapak!" Sama saja bapak menyamakan saya dengan lonte lonte di luar sana." Bu Evi semakin geram terhadap Pak Hendro.

"Hehehehe, tidak ada lonte yang seharga 50 juta Bu. Dan saya tidak bermaksud membanding bandingkan ibu dengan mereka. Anggap saja itu adalah pelampiasan kita sebagai dua orang yg sama sama menduda dan menjanda." Pak Hendro tak menyerah merayu Bu Evi.

"Jujur saja, bukankah ibu selama ini juga merindukan saat saat dimana ada laki laki yg bisa memuaskan hasrat terpendam ibu? Dan saya ingin sekali menjadi laki laki itu Bu."

"Apa bapak kira saya senista itu!" Bu Evi tak sanggup lagi mendengar kata kata Pak Hendro.

"Jujur Bu, saya sudah bertahun tahun menaruh keinginan terhadap ibu. Bahkan saat ibu masih bersuami, saya sudah naksir dengan ibu. Bagi saya, ibu adalah sosok yg cantik, cerdas, dan sangat mempesona. Sampai sekarang pun saya masih sangat menaruh keinginan itu kepada ibu. Andai saja ibu mau menjadi istri saya, saya akan menjadi laki laki paling bahagia di bumi ini." puji Pak Hendro pada Bu Evi

"Bagaimana Bu? Apa ibu menerima tawaran saya. Saya cuma perlu foto bugil ibu sebagai jaminan ya" bujuk Pak Hendro

Plaaaaak....!!!!!

sebuah tamparan mendarat dengan telak di pipi Pak Hendro. Dengan tatapan penuh murka, Bu Evi yang sudah habis kesabaran terpaksa menampar pak Hendro yang hanya tersenyum saat wanita pujaannya itu bersikap kasar kepadanya. Pak Hendro senang karena Bu Evi rupanya memberikan perlawanan.

"Gila!" sahut Bu Evi sembari melenggang meninggalkan Pak Hendro. Bu Evi merasa sudah tidak ada gunanya lagi ia berada di ruangan itu. Iapun memutuskan untuk segera meninggalkan rumah itu sebelum Pak Hendro mungkin akan bertindak lebih jauh lagi.

Pak Hendro yg menatap Bu Evi yg pergi meninggalkannya hanya berteriak. "Tawaran saya masih sama Bu, pikirkanlah". Katanya merelakan Bu Evi pergi begitu saja.

Dengan wajah merah dan air mata bercucuran Bu Evi berjalan melewati ruang tamu untuk mengambil tas miliknya. Iapun kemudian langsung keluar untuk bisa secepatnya pergi. Namun sayang, hujan yg masih deras terpaksa menahan Bu Evi untuk sejenak di teras rumah Pak Hendro. Di teras rumah itu, Ibu Evi menguatkan mentalnya untuk menembus hujan yg deras. Ia tak percaya, usahanya untuk meminjam uang kepada Pak Hendro harus berakhir dengan rasa malu yg teramat sangat. Lelaki yg dikiranya baik hati itu ternyata hanyalah bajingan.

Di dalam ruang kerjanya, Pak Hendro masih sibuk menata kembali uang yg sempat berserakan karena tamparan Bu Evi tadi. Dengan santai dan tanpa penyesalan ia merapikan lembar demi lembar uang itu satu persatu. Saat ia tengah sibuk merapikan uang 160 juta yg ditolak Bu Evi, samar samar terdengar langkah Mirna mendekati ruangan itu. Mungkin Mirna sempat mendengar keributan antara dirinya dan Bu Evi.

Namun berapa terkejutnya Pak Hendro saat sosok yg menghampiri ruang kerjanya itu ternyata bukan Mirna, melainkan Bu Evi. Wanita itu rupanya kembali.

Pak Hendro yg cukup terkejut hanya bisa terdiam melihat tingkah Bu Evi yg hanya berdiri mematung di ambang pintu ruangan itu. Keduanya saling bertatapan dalam keheningan, hingga sesaat kemudian apa yg akan dilakukan Bu Evi sungguh diluar dugaan Pak Hendro.

Tanpa berkata kata, Bu Evi menutup pintu itu dari dalam. Tak hanya itu, iapun mengunci pintu ruangan itu dengan sebuah kunci yg rupanya masih tertinggal di lubangya. Pak Hendro yg masih tak paham akan apa yg akan dilakukan hanya bisa terdiam. Setelah pintu itu terkunci, dan hanya menyisakan mereka berdua di dalam ruangan itu, Bu Evi melakukan hal yg sangat diluar dugaan pak Hendro.

Dengan perlahan, Bu Evi mulai membuka kancing kemeja batiknya hingga Pak Hendro bisa melihat belahan dada Bu Evi tersembunyi di balik Bra warna unggu nya. Tak berhenti sampai disitu, Bu Evi lantas menggeser resleting celananya dan melepas celana kain warna cokelat yg dikenakannya. Melihat pemandangan yg sungguh tak terduga itu, Pak Hendro tak berkedip sedikitpun. Ia amat menikmati momen dimana Bu Evi akhirnya menunjukkan tanya menyerahnya.

Dengan posisi tangan menutup bagian payudara dan celana dalamnya, Bu Evi berkata kepada pak Hendro.

"Akan saya lakukan apa yg bapak minta. Silahkan potret saya pak. Cepat lah, agar ini semua segera selesai." kata Bu Evi pasrah.

Dengan perasaan puas, Pak Hendro dengan cekatan menggambil kamera DSLR yg ada di laci mejanya. Setelah kamera itu dinyalakan, Pak Hendro meminta Bu Evi untuk mendekat.

"Kemarilah Bu, saya tidak akan menyakiti ibu. Hanya beberapa menit saja, "bujuknya.

Dengan langkah gontai, Bu Evi yg separuh telanjang mendekati Pak Hendro yg tersenyum puas. Sesampai di depan lelaki paruh baya itu, Bu Evi lagi lagi meminta Pak Hendro untuk bergegas.

"Cepatlah pak, saya malu sekali" keluhnya.

"Sabar Bu, saya tidak bisa melewatkan momen indah ini. Bu Evi cantik sekali dan tubuh ibu sempurna sekali," tatap lelaki bajingan itu penuh nafsu.

Cekrek cekrek.... Pak Hendro mulai memotret Bu Evi secara candid. Sementara itu, Bu Yuli yg masih takut terus menutupi bagian payudara dan celana dalamnya.

"Bisa minta tolong buka celana dalam dan Bra ibu? Saya ingin melihat harta karun yg sesungguhnya dari tubuh ibu," bujuk Pak Hendro diikuti Bu Evi yg hanya menggangguk.

Saat Bu Evi melucuti celana dalam dan Bra-nya, Pak Hendro tak berkedip sekalipun. Ia hanya bisa menelan ludah menyaksikan Bu Evi yg kini sudah telanjang bulat. Dia buah belahan dada yg berukuran besar nampak memanjakan mata Pak Hendro. Sementara itu, gundukan indah dari memek Bu Evi nampak merekah dibalik lebatnya rambut jembut wanita beranak satu itu. Pak Hendro tak henti hentinya berdecak kagum melihat bentuk tubuh molek dan putih mulus Bu Evi.

"Jangan buka jilbanya Bu,"cegah Pak Hendro saat Bu Evi akan membuka jilbab warna cokelat yg dikenakannya.

"Gila!!!! " decak pak Hendro sembari memotret Bu Evi yang kini justru nampak menutupi wajahnya yg malu, sementara payudara dan memek berjembut lebarnya ia biarkan saja

"Coba ibu duduk di sana" Perintahnya sembari menunjuk ke arah kursi kerjanya.

Cekrek cekrek.... Lagi lagi Pak Hendro memotret momen dimana Bu Evi duduk di kursi itu.

"Tunggu sebentar, saya ambilkan ibu sesuatu." Langkah pak Hendro berjalan mendekati sebuah laci di ruangan itu dan mengambil sebuah benda yg saat ia menunjukkan ya kepada Bu Evi, wanita itu terlihat ketakutan.

"Untuk apa itu pak? " tanya Bu Evi sambil menatap sebuah dildo berwarna pink dengan ukuran cukup besar yg digenggam pak Hendro.

"Saya ingin lihat tempik ibu dimasuki dildo ini. Pasti sangat indah sekali" pintanya penuh nafsu.

"Apa ini diperlukan pak?" tawar Bu Evi yg teramat tegang.

"Sudah sejauh ini Bu, ibu ikuti saja apa yg saya inginkan. Tenang dan santai sajalah" Kata pak Hendro memenangkan Bu Evi sambil menyerahkan dildo itu.

"Bebaskan saja, terserah ibu mau apa dengan benda itu. Anggap saja itu Rudal yg selama ini ibu idam idamkan" canda pak Hendro.

Karena sudah sejauh ini, Bu Evi mencoba mengalir mengikuti permintaan Pak Hendro. Setelah duduk di atas kursi itu, Bu Evi nampak merentangkan pahanya dan mulai mengelus elus tempiknya dengan benda yg ukuranya membuat Bu Evi takut. Dengan canggung janda itu mulai memainkan dildo itu ke seluruh permukaan tempiknya.

"Coba nanti ibu sambil meremas payudaranya juga ya, jangan lupa juga dildonya diemutin Bu," perintah pak Hendro.

Cekrek ....cekrek...

cekrek ....cekrek...

Tak tahan melihat aksi Bu Evi, Pak Hendro melepas celana panjang dan sempak yg ia kenakan. Pak Hendro kemudian duduk di atas ranjang persis di depan kursi yg diduduki Bu Evi.

"Pak Hendro, apa yg mau bapak lakukan? Apa bapak mau memaksa saya berhubungan badan??" bulu kuduk Bu Evi berdiri melihat laki laki di depanya itu memperlihatkan Rudal yg tengah berdiri tegak.

"Ibu melihat saya seperti wanita yg belum pernah melihat Rudal saja. tenang Bu, saya tidak akan memaksa ibu untuk berhubungan badan. Saya cuma ingin onani saja sambil melihat aksi ibu," cengirnya.

Keduanya pun lantas sibuk dengan aksinya masing masing. Bu Evi sibuk memainkan dildo yg dibalurkan ke seluruh tubuhnya, sementara pak Hendro sibuk mengocok Rudalnya sambil sesekali memotret dan mengambil video Bu Evi.

"Kena kamu Bu, " katanya dalam hati.

"Apa sudah cukup pak?" Pinta Bu Evi yg sudah ingin segera mengakhiri aksi memalukannya itu.

"Sebentar lagi Bu. Sekarang coba ibu nungging dan masukkan dildo itu ke tempik ibu! "Pinta Pak Hendro.

"Baik pak, habis ini sudah tapi ya! " bujuk Bu Evi yg ketakutan kalau kalau Pak Hendro akan memperkosanya malam itu.

Saat menyaksikan Bu Evi memamerkan pantatnya yg besar yg ditusuk dildo itu, Rudal pak Hendro semakin menegang. Dikocoknya Rudal itu dengan lebih kencang lagi.

"Uuh Gila, pantatnya lonte bgt!" pikirnya dalam hati.

Untuk semakin memanjakan hasratnya, Pak Hendro nampak mendekati Bu Evi untuk memotret dan memvideokan aksinya dari dekat. Tak lupa, Pak Hendro juga semakin liar dalam mengocok Rudalnya yg semakin membesar dan memanjang.

Plak....plak....plak....

Tangan nakal pak Hendro menampar pantat besar Bu Evi.

"Ah bapak, ....ampun pak" kata Bu Evi yg kaget akan aksi Pak Hendro.

"Ini balasan dari tamparan ibu di pipi saya tadi,"

"Tapi bapak tidak akan memperkosa saya kan? "Sekali lagi Bu Evi khawatir.

"Semoga tidak Bu! hehehee " jawab Pak Hendro yg sebenarnya sudah cukup puas malam itu.

"Saya tidak akan memperkosa ibu kok... Kalau ibu mau mengocok dan mengulum Rudal saya," bujuk Pak Hendro yg meminta Bu Evi untuk membalikkan badanya kembali.

"Tapi bapak tadi cuma bilang ingin foto saya saja. Ini sudah terlalu jauh pak, saya takut. " Tawar Bu Evi.

"Sudah sejauh ini. Foto dan video ibu sudah saya dapatkan, tapi Rudal saya terlanjur menegang ini Bu. Sebentar saja ya Bu, habis keluar pejuhnya ibu bisa bawa pulang uang 160 juta itu."

Perintah Pak Hendro kemudian dituruti oleh Bu Evi. Pak Hendro pun kemudian nampak memangku ibu Evi diatas kursi itu. Diarahkannya tangan Bu Evi untuk memanjakan Rudalnya, meski takut, Bu Evi akhirnya menurutinya. Sementara Bu Evi sibuk mengocok Rudal Pak Hendro. Laki laki yg sangat beruntung itu juga tak mau kalah. Dipeluknya Bu Evi dengan penuh nafsu. Diciuminya bibir Bu Evi yg merah merekah. Sementara itu, tangan kiri Pak Hendro asyik meremas payudara sebelah kiri Bu Evi, sedangkan tangan yg lain sibuk mengelus elus tempik Bu Evi yg nampak mulai basah.

"Evi sayang, malam ini harus kucicipi tempikmu sayang," kata Pak Hendro dalam hati.

Saat keduanya tengah mulai larut dalam suasana dan hanya butuh sejenak lagi bagi Pak Hendro untuk bisa mencicipi seluruh tubuh Bu Evi, tiba tiba ponsel wanita itu berdering.

"Tlit....tlitt....tliiit...tlittt"

"Itu anak saya menelepon pak, bunyi nada deringnya seperti itu" kata Bu Evi terkejut.

Sontak Bu Evi pun terperanjat dan melepaskan diri dari pelukan dan pangkuan pak Hendro, ia pun segera mengangkat telepon putrinya.

"Halo Cantika, ada apa?" sapa Bu Evi yg masih dalam posisi telanjang.

"Mamah! Ini jam berapa. Kenapa mamah belum mengabari untuk pulang. Akan Cantika jemput segera ke rumah pak Hendro," kata Cantika dengan nada kesal dan khawatir. Cantika sama sekali tak tahu kalau dibalik panggilannya, ibunya tengah bersama pak Hendro dalam keadaan telanjang.

Sementara Bu Evi dan Cantika sedang bertelepon, Pak Hendro yg nafsunya sudah diubun ubun masih terlihat mencocok Rudalnya agar tetap tegang. Melihat Bu Evi berdiri dengan memperlihatkan bokongya yg besar seperti itu membuat Pak Hendro semakin tak tahan dengan Bu Evi.

"Iya nak, mamah sudah selesai. Jemput mamah segera" kata Bu Evi memanfaatkan situasi itu.

"Baik mah, 10 menit lagi Cantika sampai".

"Baik sayang, mamah tunggu." Jawabnya lega.

Setelah menutup teleponnya, Bu Evi berkata kepada Pak Hendro.

"Pak Hendro, anak saya 10 menit lagi akan kesini. Lebih baik kita sudahi segera. Bapak sudah dapat yg bapak inginkan, sekarang saya mohon bapak segera memberikan uang pinjaman itu dan biarkan saya pulang."

"Tapi Bu?"... Pak Hendro kecewa.

"Bapak sudah berjanji bukan?" ancam Bu Evi yg sibuk menggenakan kembali pakaiannya.

Terlihat Bu Evi nampak binggung mencari dimana celana dalamnya berada. Dicarinya benda itu, namun tak kunjung ditemukanya.

"Apa bapak melihat celana dalam saya?" Tanya Bu Evi yg hanya dijawab dengan gelengan dari Pak Hendro.

Karena terburu buru, Bu Evi terpaksa melupakan celana dalamnya dan hanya memakai kembali celana panjangnya.

"Baiklah Bu, saya berikan yg ibu mau."

Kata Pak Hendro yg terlihat mengambilkan uang kepada Bu Evi.

"Ini Bu, 160 juta untuk ibu. Saya tidak bohong. Dan sekali lagi, Ibu cukup kembalikan saja 100 juta, namun kita sepakat dengan perjanjian kita." Kata Pak Hendro yg harus merelakan Bu Evi pergi secepat itu dari hadapannya.

"Akan saya pikirkan lagi pak"

"Tidak ada yg perlu dipikirkan lagi Bu. Bukankah kita sudah sepakat. Foto bugil dan video ibu sudah ditangan saya dan menjadi jaminanya, tentu saja ibu tidak mau kan kalau ini sampai tersebar ke semua warga desa. hehehee !" Meski dengan tertawa namun Pak Hendro sedikit mengancam.

"Kalau itu sampai terjadi, saya tidak akan memaafkan bapak,".

"Hehehehee" pak Hendro hanya tertawa sambil melangkah mendekati Bu Evi.

"Ibu memegang uang saya, saya memegang jaminan ibu. Adil bukan?" Bisik Pak Hendro sembari menyerahkan uang 160 juta kepada Bu Evi.

Dengan perasaan lega, Bu Evi menerima uang itu.

"Baik lah pak, terima kasih untuk uangnya. Akan mulai saya cicil sejak saya dilantik menjadi Kades nanti. Saat ini hanya hal itu yg penting bagi saya. " Kata Bu Evi.

Sebelum mempersilahkan Bu Evi untuk pergi meninggalkan ruangan itu, Pak Hendro tak lupa untuk memberikan sedikit oleh oleh kepada Bu Evi. Dengan nakalnya, tangan pak Hendro mencolek dan meremas belahan tempik Bu Evi yg tak menggenakan selama dalam itu.

"Tak sabar ingin segera mencicipi jaminan yg ibu berikan" katanya sambil mencolek lubang tempik Bu Evi.

"Saya harus segera keluar pak, anak saya sudah datang itu " Bu Evi kemudian berjalan dengan tergopoh gopoh menuju ruang tamu. Sementara Pak Hendro dengan senyum lebar berjalan menggiring di belakangnya.

Saat Bu Evi keluar diantar oleh Pak Hendro, Cantika yg datang menjemput ibunya terlebih menyempatkan diri untuk menyapa Pak Hendro.

"Terima kasih om Hendro sudah membantu mamah," sapa gadis Kelas 3 SMA itu kepada Pak Hendro yg tak kalah ramah membalas senyumannya.

"Sama sama, sayang. Hati hati di jalan," balas Pak Hendro kepada Cantika.

"Kami pamit dulu pak," kata Bu Evi. "Selamat malam"

"Selamat malam ibu, terima kasih untuk malam ini," Pak Hendro tersenyum puas.

Akhirnya Bu Evi dan Cantika berbalik dan berjalan menuju mobil, saat keduanya berjalan, mata nakal Pak Hendro tak henti hentinya menatap belahan pantat ibu dan anak itu. Bagi pak Hendro, dua jenis pantat yg dilihatnya itu merupakan jenis pantat yg sangat menggiurkan.

Setelah mobil yg dinaiki Bu Evi dan Cantika meninggalkan rumah itu, Pak Hendro yg teramat puas malam itu berjalan sambil tersenyum. Dikeluarkan sebuah benda dari dalam saku Kananya. Ternyata benda itu adalah celana dalam Bu Evi yg tadi sempat disembunyikanya.

Sambil berjalan penuh kepuasan, pak Hendro nampak menciumi celana dalam Bu Evi itu.

Meski malam ini nafsu dan hasratnya yg sudah memuncak untuk mencicipi tempik Bu Evi tak bisa tersalurkan, namun Pak Hendro tak kecewa. Pak Hendro teramat puas karena sudah memegang kartu As untuk menjadikan Bu Evi pelampiasan nafsunya di kemudian hari.

Malam ini, cukuplah tempik dan pantat Mirna yg menjadi pelampiasan nafsunya. Pak Hendro kemudian berjalan ke kamar Mirna untuk melanjutkan kegiatan mereka yg tadi sempat tertunda. Sesampai di dalam kamar Mirna yg masih setia menanti Pak Hendro, pembantu rumah tangga itu langsung melucuti pakaiannya.

"Kamu pakai ini ya Mir' "perintah Pak Hendro sembari memberikan celana dalam Bu Evi kepada Mirna.

"Aku pengen nikmati tempikmu sembari kamu memakai itu." Kata Pak Hendro.

Malam itupun Keduanya kembali melanjutkan kegiatan beradu kelamin mereka. Sepanjang malam itu, pak Hendro dengan penuh nafsu menikmati tempik dan pantat Mirna yg kini tengah memakai celana dalam Bu Evi sembari membayangkan bagaimana nikmatnya menikmati tubuh calon Kades itu.

Bersambung

 

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © CERITA KITA - but you - Powered by cerita kita - Designed by by me -