Popular Post

Popular Posts

Posted by : cerita kita

 
 


Pada masa itu belum banyak kesempatan bagi saya walaupun melihat tubuh wanita bugil sekalipun selain istriku. Aku mungkin susah membayangkan bahwa bisa sampai punya hubungan dengan tatanggaku yang nota bene adalah teman akrab istriku.
Bisalah dibayangkan bagaimana menggebu-gebunya gairah dan nafsu saya ketika diberi kesempatan untuk secara nyata bukan saja hanya bisa melihat tubuh bugil wanita seperti Fitri, tetapi bisa mengalami kenikmatan bersanggama dengan wanita sungguhan, tanpa memperdulikan apakah wanita itu tetangga sendiri. Dengan hanya memandang tubuh Fitri yang begitu mulus dan putih saja sudah cukup sebetulnya untuk menjadi bahan imajinasi saya untuk bermasturbasi, apalagi dengan secara nyata-nyata bisa merasakan hangatnya dan mulusnya tubuhnya. Apalagi betul-betul melihat kemaluannya yang mulus ber jembut tipis. Bisa mencium dan mengendus bau kemaluannya yang begitu menggairahkan yang kadang-kadang masih berbau sedikit amis kencing perempuan dan yang paling hebat lagi buat saya adalah bisanya saya menjilat dan mengemut kemaluannya dan kelentitnya yang seharusnyalah masih merupakan buah larangan yang penuh rahasia karena bukan milikku.

Mungkin pengalaman inilah yang membuat saya menjadi sangat menikmati apa yang disebut cunnilingus, atau mempermainkan kemaluan wanita dengan mulut. Sampai sekarangpun saya sangat menikmati mempermainkan kemaluan wanita, mulai dari memandang, lalu mencium aroma khasnya, lalu mempermainkan dan menggigit bibir luarnya (labia majora), lalu melumati bagian dalamnya dengan lidah saya, lalu mengemut clitorisnya sampai si wanita minta-minta ampun kewalahan. Yang terakhir barulah saya memasukkan batang kemaluan saya kedalam liang sanggamanya yang sudah banjir.

Setelah kesempatan saya dan Fitri untuk bermain cinta yang pertama kali itu, maka kami menjadi semakin berani dan Fitri dengan bebasnya akan datang kerumah saya hampir setiap hari, paling sedikit 3 kali seminggu. Apabila dia datang, dia akan langsung masuk kedalam kamar tidur saya disaat saya masih tidur dan tidak ada istri di rumah.
Biasanya dia selalu mengenakan daster yang longgar yang bisa ditanggalkan dengan sangat gampang, hanya tarik saja keatas melalui kepalanya, dan biasanya dia duduk dipinggiran tempat tidur saya. Saya biasanya langsung menerkam payudaranya yang sudah agak kendor tetapi sangat bersih dan mulus. Pentilnya dilingkari bundaran yang kemerah-merahan dan pentilnya sendiri agak besar menurut penilaian saya. Fitri sangat suka apabila saya mengemut pentil susunya yang menjadi tegang dan memerah, dan bisa dipastikan bahwa kemaluannya segera menjadi becek apabila saya sudah mulai ngenyot-ngenyot pentilnya.

Mungkin saking tegangnya saya didalam melakukan sesuatu yang terlarang, pada permulaannya kami mulai bersanggama, saya sangat cepat sekali mencapai klimaks. Untunglah Fitri selalu menyuruh saya untuk menjilat-jilat dan menyedot-nyedot kemaluannya lebih dulu sehingga biasanya dia sudah orgasme duluan sampai dua atahu tiga kali sebelum saya memasukkan penis saya kedalam liang peranakannya, dan setelah saya pompa hanya beberapa kali saja maka saya seringkali langsung menyemprotkan mani saya kedalam vaginanya. Barulah untuk ronde kedua saya bisa menahan lebih lama untuk tidak ejakulasi dan Fitri bisa menyusul dengan orgasmenya sehingga saya bisa merasakan empot-empotan vaginanya yang seakan-akan menyedot penis saya lebih dalam kedalam sorga dunia.

Fitri juga sangat doyan mengemut-ngemut penis saya yang berukuran besar di banding suaminya . dan setelah beberapa minggu Fitri kemudian berhasil menarik seluruh kemaluan saya sehingga bisa tegak san siap untuk menghantam. Saya masih ingat bagaimana dia berusaha menarik-narik senjata sampai terasa sakit, lalu dia akan mengobatinya dengan mengemutnya dengan lembut sampai sakitnya hilang. Setelah itu dia seperti memperolah permainan baru dengan mempermainkan lidahnya disekeliling leher penis saya sampai saya merasa begitu kegelian dan kadang-kadang sampai saya tidak kuat menahannya dan mani saya tumpah dan muncrat ke hidung dan matanya.

Kadang-kadang Fitri juga minta "main" walaupun dia sedang mens. Walaupun dia berusaha mencuci vaginanya lebih dulu, saya tidak pernah mau mencium vaginanya karena saya perhatikan bau-nya tidak menyenangkan. Paling-paling saya hanya memasukkan penis saja kedalam vaginanya yang terasa banjir dan becek karena darah mensnya. Terus terang, saya tidak begitu menikmatinya dan biasanya saya cepat sekali ejakulasi. Apabila saya mencabut kemaluan saya dari vagina Fitri, saya bisa melihat cairan darah mensnya yang bercampur dengan mani saya. Kadang-kadang saya merasa jijik melihatnya.

Satu hari, kami sedang asyik-asyiknya menikmati sanggama, dimana kami berdua sedang telanjang bugil dan Fitri sedang berada didalam posisi diatas menunggangi saya. Dia menaruh tiga buah bantal untuk menopang kepala saya sehingga saya bisa mengisap-isap payudaranya sementara dia menggilas kemaluan saya dengan kemaluannya. Pinggulnya naik turun dengan irama yang teratur. Kami rileks saja karena sudah begitu seringnya kami bersanggama. Dan kebetulan pada saat itu kami melakukannya di rumah fitri karena situasi rumah yang lagi sepi.

Saya sudah ejakulasi sekali dan air mani saya sudah bercampur dengan jus dari kemaluannya yang selalu membanjir. Lalu tiba-tiba, pada saat dia mengalami klimaks dan dia mengerang-erang sambil menekan saya dengan pinggulnya, anak perempuannya yang bernama Sri baru dating dari sekolah ternyata sedang berdiri dipintu kamar tidur saya dan berkata, "Ibu main rabenan, iya??"
Saya sangat kaget dan tidak tahu harus berbuat bagaimana tetapi karena sedang dipuncak klimaksnya, Fitri diam saja terlentang diatas tubuh saya. Saya melirik dan melihat Sri datang mendekat ketempat tidur, matanya tertuju kebagian tubuh kami dimana penis saya sedang bersatu dengan dengan kemaluan ibunya. Lalu dia duduk di pinggiran tempat tidur dengan mata melotot.

"Hayo, ibu main rabenan," katanya lagi.

Lalu pelan-pelan Fitri menggulingkan tubuhnya dan berbaring disamping saya tanpa berusaha menutupi kebugilannya. Saya mengambil satu bantal dan menutupi perut dan kemaluan saya .

"Sri, Sri. Kamu ngapain sih disini?" kata Fitri lemas.

"Sri pulang sekolah agak pagi dan Sri cari-cari Ibu dirumah, tahunya lagi ngentot sama Bang Adi," kata Sri tanpa melepaskan matanya dari arah kemaluan saya. Saya merasa sangat malu tetapi juga heran melihat Fitri tenang-tenang saja.

"Sri juga mau ngentot," kata Sri tiba-tiba.

"E-eh, Sri masih kecil?" kata ibunya sambil berusaha duduk dan mulai mengenakan dasternya.

"Sri mau ngentot, kalau nggak nanti Sri bilangin Ayah."

"Jangan Sri, jangan bilangin Ayah?, kata Fitri membujuk.

"Sri mau ngentot," Sri membandel. "Kalo nggak nanti Sri bilangin Ayah?"

"Iya udah, diam. Sini, biar Adi ngentotin Sri." Fitri berkata.

Saya hampir tidak percaya akan apa yang saya dengar. Jantung saya berdegup-degup seperti alu menumbuk. Saya sudah sering melihat Sri bermain-main di pekarangan rumahnya dan menurut saya dia hanyalah seorang anak yang masih begitu kecil yang memang sekarang sudah mulai tumbuh dewasa. Dari mana dia mengerti tentang "main ngentot" segala?

Fitri mengambil bantal yang sedang menutupi kemaluan saya dan tangannya mengelus-ngelus penis saya yang masih basah dan sudah mulai berdiri kembali.

"Sini, biar Sri lihat." Fitri memegang menunjukkan kepala penis saya kepada Sri. Sri datang mendekat dan tangannya ikut meremas-remas penis saya. Aduh maak, saya berteriak dalam hati. Bagaimana ini kejadiannya? Tetapi saya diam saja karena betul-betul bingung dan tidak tahu harus melakukan apa.

Tempat tidur nya cukup besar dan Fitri kemudian menyutuh Sri untuk membuka baju sekolahnya dan telentang di tempat tidur didekat saya. Saya duduk dikasur dan melihat tubuh Sri yang masih begitu remaja. Payudaranya masih mengkel, sudah agak membenjol. Putingnya masih kecil,. Fitri kemudian melorot celana dalam Sri dan saya melihat kemaluan Sri yang sangat mulus, seperti kemaluan ibunya. Belum ada bulunya, hanya garis lurus saja, dan diantara garis lurus itu saya melihat itilnya yang seperti mengintip dari sela-sela garis kemaluannya. Sri merapatkan pahanya dan matanya menatap kearah ibunya seperti menunggu apa yang harus dilakukan selanjutnya.

Saya mengelus-elus bukit venus Sri yang agak menggembung lalu saya coba merenggangkan pahanya. Dengan agak enggan, Sri menurut, dan saya berlutut di antara kedua pahanya dan membungkuk untuk mencium selangkangan Sri.

"Ibu, Sri malu ah?" kata Sri sambil berusaha menutup kemaluannya dengan kedua tangannya.

"Ayo, Sri mau ngentot, nggak?" kata Fitri.

Saya mengendus kemaluan Sri dan baunya sangat tajam.

"Uh, baunya." Saya berkata dengan agak jijik. Saya juga melihat adanya "keju" yang keputih-putihan diantara celah-celah bibir kemaluan Sri.

"Tunggu sebentar," kata Fitri yang lalu pergi keluar kamar tidur. Saya menunggu sambil mempermainkan bibir kemaluan Sri dengan jari-jari saya. Sri mulai membuka pahanya makin lebar.

Sebentar kemudian Fitri datang membawa satu baskom air dan satu handuk kecil. Dia pun mulai mencuci kemaluan Sri dengan handuk kecil itu dan saya perhatikan kemaluan Sri mulai memerah karena digosok-gosok Fitri dengan handuk tadi. Setelah selesai, saya kembali membongkok untuk mencium kemaluan Sri. Baunya tidak lagi setajam sebelumnya dan sayapun menghirup aroma kemaluan Sri yang hanya berbau amis sedikit saja. Saya mulai membuka celah-celah kemaluannya dengan menggunakan lidah saya dan Sri-pun merenggangkan pahanya semakin lebar. Saya sekarang bisa melihat bagian dalam kemaluannya dengan sangat jelas. Bagian samping kemaluan Sri kelihatan sangat lembut ketika saya membuka belahan bibirnya dengan jari-jari saya, kelihatanlah bagian dalamnya yang sangat merah.

Saya isap-isap kemaluannya dan terasa agak asin dan ketika saya mempermainkan kelentitnya dengan ujung lidah saya, Sri menggeliat-geliat sambil mengerang, "Ibu, aduuuh geli, ibuuuu?., geli sekali ibuuuu?."

Saya kemudian bangkit dan mengarahkan kepala penis saya kearah belahan bibir kemaluan Sri dan tanpa melihat kemana masuknya, saya dorong pelan-pelan.

"Aduh, sakit bu?," Sri hampir menjerit.

"Adi, pelan-pelan masuknya." Kata Fitri sambil mengelus-elus bukit Sri.

Saya coba lagi mendorong, dan Sri menggigit bibirnya kesakitan.

"Sakit, ibu."

Fitri bangkit kembali dan berkata,"Adi tunggu sebentar," lalu dia pergi keluar dari kamar.

Saya tidak tahu kemana Fitri perginya dan sambil menunggu dia kembali sayapun berlutut didepan kemaluan Sri dan sambil memegang batang penis, saya mempermainkan kepalanya di clitoris Sri. Sri memegang kedua tangan saya erat-erat dengan kedua tangannya dan saya mulai lagi mendorong.

Saya merasa kepala penis saya sudah mulai masuk tetapi rasanya sangat sempit. Saya sudah begitu terbiasa dengan lobang kemaluan Fitri yang longgar dan penis saya tidak pernah merasa kesulitan untuk masuk dengan mudah. Tetapi liang vagina Sri yang masih kecil itu terasa sangat ketat. Tiba-tiba Sri mendorong tubuh saya mundur sambil berteriak, "Aduuuh?!" Rupanya tanpa saya sadari, saya sudah mendorong lebih dalam lagi dan Sri masih tetap kesakitan.

Sebentar lagi Fitri datang dan dia memegang satu cangkir kecil yang berisi minyak kelapa. Dia mengolesi kepala penis saya dengan minyak itu dan kemudian dia juga melumasi kemaluan Sri. Kemudian dia memegang batang kemaluan saya dan menuntunnya pelan-pelan untuk memasuki liang vagina Sri. Terasa licin memang dan saya-pun bisa masuk sedikit demi sedikit. Sri meremas tangan saya sambil menggigit bibir, apakah karena menahan sakit atau merasakan enak, saya tidak tahu pasti.

Saya melihat Sri menitikkan air mata tetapi saya meneruskan memasukkan batang penis saya pelan-pelan.

"Cabut dulu," kata Fitri tiba-tiba.

Saya menarik penis saya keluar dari lobang kemaluan Sri. Saya bisa melihat lobangnya yang kecil dan merah seperti menganga. Fitri kembali melumasi penis saya dan kemaluan Sri dengan minyak kelapa, lalu menuntun penis saya lagi untuk masuk kedalam lobang Sri yang sedang menunggu. Saya dorong lagi dengan hati-hati, sampai semuanya terbenam didalam Sri. Aduh nikmatnya, karena lobang Sri betul-betul sangat hangat dan ketat, dan saya tidak bisa menahannya lalu saya tekan dalam-dalam dan air manikupun tumpah didalam liang kemaluan Sri. Sri yang masih abg. Saya juga sebetulnya sangat horni, tetapi pada saat itu kami berdua sedang merasakan bersanggama dengan disaksikan Fitri, ibunya sendiri.

Sri belum tahu bagaimana caranya mengimbangi gerakan bersanggama dengan baik, dan dia diam saja menerima tumpahan air mani saya. Saya juga tidak melihat reaksi dari Sri yang menunjukkan apakah dia menikmatinya atau tidak. Saya merebahkan tubuh saya diatas tubuh Sri yang masih kurus dan kecil itu. Dia diam saja.

Setelah beberapa menit, saya berguling kesamping dan merebahkan diri disamping Sri. Saya merasa sangat terkuras dan lemas. Tetapi rupanya Fitri sudah terangsang lagi setelah melihat saya menyetubuhi anaknya. Diapun menaiki wajah saya dan mendudukinya dan menggilingnya dengan vaginanya yang basah, dan didalam kami di posisi 69 itu diapun mengisap-ngisap penis saya yang sudah mulai lemas sehingga penis saya itu mulai menegang kembali.

Wajah saya begitu dekat dengan anusnya dan saya bisa mencium sedikit bau anus yang baru cebok dan entah kenapa itu membuat saya sangat bergairah. Nafsu kami memang begitu menggebu-gebu, dan saya sedot dan jilat kemaluan Fitri sepuas-puasnya, sementara Sri menonton kami berdua tanpa mengucapkan sepatah katapun. Saya sudah mengenal kebiasaan Fitri dimana dia sering kentut kalau betul-betul sedang klimaks berat, dan saat itupun Fitri kentut beberapa kali diatas wajah saya. Saya sempat melihat lobang anusnya ber-getar ketika dia kentut, dan sayapun melepaskan semburan air mani saya yang ketiga kalinya hari itu didalam mulut Fitri. "Alangkah lemaknyoooooo?!" saya berteriak dalam hati.

"Ugh, ibu kentut," kata Sri tetapi Fitri hanya bisa mengeluarkan suara seperti seseorang yang sedang dicekik lehernya.

Hanya sekali itu saja saya pernah menyetubuhi Sri. Ternyata dia masih belum cukup dewasa untuk mengetahui nikmatnya bersanggama. Dia masih abg, dan pikirannya sebetulnya belum sampai kepada hal-hal seperti itu. Tetapi saya dan Fitri terus menikmati indahnya permainan bersanggama sampai dua atau tiga kali seminggu. Saya masih ingat bagaimana saya selalu merasa sangat lapar setelah setiap kali kami selesai bersanggama. Tadinya saya belum mengerti bahwa tubuh saya menuntut banyak gizi untuk menggantikan tenaga saya yang dikuras untuk melayani Fitri, tetapi saya selalu saya merasa ingin makan telur banyak-banyak. Saya sangat beruntung karena kami kebetulan memelihara beberapa puluh ekor ayam, dan setiap pagi saya selalu menenggak 4 sampai 6 butir telur mentah. Saya juga memperhatikan dalam tempo setahun itu penis saya menjadi semakin besar dan bulu jembut saya mulai menjadi agak kasar. Saya tidak tahu apakah penis saya cukup besar dibandingkan suami Fitri ataupun lelaki lain. Yang saya tahu adalah bahwa saya sangat puas, dan kelihatannya Fitri juga cukup puas.

Saya tidak merasa seperti seorang yang bejat moral. Saya tidak pernah melacur dan saya masih punya isteri sekaligus teman akrab fitri, Tetapi saya akan selalu berterima kasih kepada Fitri yang telah memberikan saya kenikmatan disela-sela hariku bagai punya istri dua yang setiap hari bisa ngentot tetangga dan anaknya,

Setelah kejadian itu Sri kadang minta jatah untuk bisa bercinta denganku karena dia sudah mulai tumbuh dewasa dan sudah mulai tahu tentang kenikmatan bercinta karena waktu pertama ku setubuhi,malah Sri kini lebih ketagihan setiap dua hari sekali minta di sodok, dan pelajaran yang sangat berharga didalam bagaimana melayani seorang perempuanyang penting bagaimana kita bisa menyimpan rahasia ini tanpa ketahuan satu sama lain,hubunganku dengan istripun aman-aman saja yang penting dapat terpenuhi segala keputuhannya baik kebutuhan ekonomi ataupu kebutuhan biologisnya.
Tamat

 

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © CERITA KITA - but you - Powered by cerita kita - Designed by by me -