Popular Post

Popular Posts

Posted by : cerita kita


 

Episode 2

Keesokan harinya, derasnya hujan bulan Desember mengguyur Desa Suka Bangun malam itu. Hilir mudik dan keramaian warga menjelang Pilkades tak nampak malam itu. Hawa dingin yang dibawa oleh guyuran hujan yang berpadu dengan angin kencang menyeruak di seluruh penjuru desa.

Suasana yang dingin itu menjadikan sebagian besar warga desa lebih memilih untuk tidur lebih awal meskipun waktu masih menunjukkan pukul 20.30. Bagi mereka yang sudah berkeluarga, suasana hujan seperti ini sangat cocok digunakan untuk memadu kasih dengan pasangannya masing masing.

Namun bagi Pak Hendro yang adalah seorang duda, suasana hujan seperti ini hanya menambah penderitaannya yg hidup dalam kesepian selama beberapa tahun ini. Namun, Pak Hendro rupanya punya kesibukan sendiri malam itu.

Sembari duduk di atas kursi ruang kerjanya, tangan pak Hendro tengah asik bermain dengan smartphonenya. Dibukanya halaman demi halaman situs Jepang yang menampilkan cover. Diantara cover cover itu banyak terlihat wanita wanita muda Jepang dengan payudara berukuran tak masuk akal bugil.

Mulai dari wanita muda bersama kakek kakek, wanita yg digerayangi banyak pria, wanita tukang pijit dengan tubuh penuh minyak, sampai cover yg menampakkan pose seorang ibu ibu pembantu rumah tangga yg hanya memakai sebuah bikini tengah menyapu rumah.

Diantara ratusan artis JAV itu, Pak Hendro paling tergila gila dengan Nina Nishimura. Wanita muda itu memiliki kulit putih, wajah manis, namun dengan bentuk tubuh dan ukuran payudara yang tak masuk akal.

Tak kalah asiknya dengan pak Hendro, Mirna yang berjongkok persis di depan selangkangan Pak Hendro tengah asik mengulum Rudal majikanya itu. Rupanya, pembantu muda berusia 28 tahun itu sedang diminta memberikan pelayanan tambahan oleh Pak Hendro.

"Uuuh....enak banget Mir seponganmu", kata Pak Hendro sembari menyingkap rambut yang menutupi wajah pembantunya itu.

Mirna yang tengah asik memanjakan Rudal pak Hendro hanya bisa tersipu malu tanpa ada niatan menjawab.

"Udah Mir nyepongya, sekarang sini aku pangku kamu. Saatnya buat ngajar tempikmu" Pak Hendro nakal.

"Baik pak," jawab Mirna yg kemudian melepas kulumanya dan berangsut berdiri dan siap untuk duduk dipangkuan pak Hendro.

"Sini, manjain Rudalku sama pantat n tempik angetmu sayang" kata Pak Hendro sambil menarik tubuh Mirna.

"Gak usah pakai kondom dulu ya" pinta Pak Hendro. Mirna mengangguk mengiyakan permintaan majikanya itu.

"Croot dalem juga gak papa pak, lagi gak subur, hehehe " jawab Mirna dengan binalnya.

Kemudian dimulailah kepuasan yg sesungguhnya malam itu. Sambil meremas remas payudara Mira yg besar, Pak Hendro dengan lahapnya menciumi punggung dan leher Mirna. Dilain sisi, Mirna dengan sekuat tenaga memanjakan Rudal pak Hendro dengan tempik dan pantat besarnya.

"Gila, tubuh semok, putih n wajah manis kaya kamu gak cocok Mir jadi pembantu. Kamu cocoknya jadi biduan dangdut," puji Pak Hendro.

"Ah bapak bisa saja. Gak papa pak jadi pembantu bapak, yang penting punya uang banyak," jawabnya sambil menatap sepuluh lembar uang ratusan ribu yg berada di meja sampingnya.

"Kalau mau dapat uang banyak, kamu puasin Rudalku setiap hari," tantang Pak Hendro yg meminta Mirna mengentalkan pantatnya lebih kencang lagi.

"Ampuuun pak, gak kuat kalau tiap hari," celetuk Mirna.

"Ngomong omong, nanti kalau Bi' Ningsih sudah kembali dari kampung, kapan kapan kita main bertiga lagi ya," bujuk Pak Hendro menyebut salah satu pembantunya yg lain yg rupanya sedang ijin mudik.

"Wah bapak, sukanya kaya film Jepang terus. Bi' Ningsih udah tua pak, jangan suka dientot terus", candanya.

"Udah tua tapi masih enak kok kalau dientot. Susunya kagak nahan kl dientot. Kaya gempa Mir," puji Pak Hendro akan sosok Bi Ningsih yg juga sering dimintai pelayanan lebih olehnya.

"Kencengin lagi Mir, mau Croot ini" perintah Pak Hendro sembari menjambak rambut pembantunya.

Semakin Pak Hendro asik menikmati hentakan keras pantat Mirna yg membuat Rudal Pak Hendro seperti mau patah, semakin memuncak pula cairan pejuh yg ada dalam dua buah zakarnya. Semakin kencang Mira menggenjot pantatnya, semakin Pak Hendro mengejang.

Namun saat Pak Hendro hampir mencapai puncak kenikmatannya, tiba tiba gangguan yg tak tau waktu datang. Bunyi bel rumahnya berbunyi beberapa kali.

"Ah setan.... siapa pula tamu malam malam hujan gini datang!" Pak Hendro kesal. Mood dan birahinya seketika rusak.

"Gimana pak? Mau diteruskan atau lanjut nanti?" Tawar Mirna.

"Lanjut nanti aja ya. Pokoknya malam ini pengen merkosa pantatmu aku." Kata Pak Hendro sembari meminta Mirna untuk berhenti.

"Sana kamu bukakan pintu dulu. Bilang siapa yang datang. Saya mau ganti pakaian dulu" perintahnya.

Sementara Mirna yg cukup panik mendengar bunyi bel yg tak kunjung berhenti hanya memakai pakaian seadanya. Celana dalam dan BH yg tergeletak di lantai dibiarkannya. Ia hanya nampak memakai daster tipis yg kelihatan lusuh.

Sambil membenahi rambutnya yg berantakan dan pakainya yg lusuh Mirna melenggang ke pintu ruang tamu untuk membukakan pintu. Saat pintu itu dibuka, Mirna terkejut saat mendapati Bu Evi lah tamu yg datang berkunjung ke rumah Pak Hendro.

"Eh...Bu Evi, silahkan masuk Bu," sapa Mirna mencoba ramah meskipun sebenarnya ia kesal.

"Terima kasih, Pak Hendro ada dek Mirna?" Sapa Bu Evi sembari keheranan saat melihat dua buah puting payudara Mirna terlihat menonjol dibalik daster tipisya. Bu Evi hanya bisa tersenyum dalam hati mendapati pemandangan seperti itu.

"Ada Bu, segera saya panggilkan. Silahkan ibu duduk dahulu disana," tunjuk Mirna pada deretan kursi di ruang tamu.

Sejenak kemudian, Mirna melapor kepada Pak Hendro yg tengah sibuk merapikan dirinya.

"Pak... Ada Bu Evi datang bertamu," katanya.

Pak Hendro yang tak percaya apa yg dikatakan Mirna sangat terkejut.

"Bu Evi calon Kades? "

"Benar pak. Aneh, malam malam gini beliau datang bertamu seorang diri." timpa Mirna.

"Suruh beliau tunggu sebentar dan buatkan minuman hangat," perintah Pak Hendro.

"Buatkan beliau Jahe Susu Purwoceng yg dari Dieng itu. Kasian beliau pasti kedinginan," tambahnya.

"Setelah itu, kamu masuk kamar dan jangan ganggu dulu ya. Kami ada urusan penting Mir." Mirna kemudian mengangguk mengiyakan permintaan Pak Hendro tersebut.

Pak Hendro yang tadi sempat kesal lantaran kesibukannya bersama Mirna terganggu sontak kegirangan bukan main. Iapun dengan semangat memakai pakaian terbaiknya untuk menemui Bu Evi. Setelan celana The Executive dan kaos Polo diambilnya.

Tak lupa, beberapa semprotan parfum mahalnya ia bubuhnya ke sekujur tubuhnya. Disisinya rambut hitam yg baru disemirnya itu. Tak lupa pak Hendro juga menyisir kumis tebalnya agar terlihat rapi.

"Selamat malam Bu Evi. Maaf membuat ibu menunggu lama." Sapa Pak Hendro hangat.

"Tidak mengapa pak, saya yg kurang ajar malam hujan seperti ini datang bertamu." Kata Bu Evi tersenyum manis.

"Ibu sendirian?" Pak Hendro penasaran.

"Tadi saya minta antar Cantika pakai mobil. Ia langsung pulang. Nanti saya minta jemput dia lagi."

"Terima kasih ya Bu, sudah menyempatkan silahturahmi di gubuk saya ini," kata Pak Hendro sambil mengajak mata Bu Evi berkeliling menyaksikan deretan lukisan mahal dan benda benda antik dirumahnya.

"Gubuk sebesar ini, Pak Hendro hanya tinggal bersama pembantu saja ya?"

"Ya maklum lah Bu, duda yang tak laku laku seperti saya ini ya hanya bisa tinggal sendirian. Anak saya Rian masih kuliah di Jogja." Jawab polos Pak Hendro.

"Bapak menyindir saya? Hehee Saya juga janda tak laku laku pak. " Canda Bu Evi.

"Kalau Bu Evi ini, janda kualitas HD. Bukanya tidak laku, tapi yg mau mendekati ibu balik kanan Grak. Hehehee Pak Hendro mulai menggombal.

"Bapak selalu bisa menggombali saya" Bu Evi tertawa kecil."

"Nah, sebelum Bu Evi mengatakan maksud kedatangannya malam ini, silahkan minum dulu. Ini minuman hangat khas Dieng Bu" tawar Pak Hendro tentang minuman hangat yg bisa membuat tubuh panas itu.

"Terima kasih pak, bapak juga silahkan minum." Keduanya nampak menyeruput minuman hangat buatan Mirna tersebut.

"Jadi, maksud saya silahturahmi ke rumah bapak malam ini adalah untuk menindaklanjuti obrolan kita yg kemarin pak. Terus terang saja, saya ja bermaksud meminjam uang Pak Hendro untuk kepentingan Pilkades." Kata Bu Evi tanpa ditutup tutupi.

"Oh...mengenai itu. Ibu tidak perlu khawatir. Saya tidak berbohong.

Ibu perlu berapa saya siapkan malam ini juga," Pak Hendro mulai meyakinkan Bu Evi.

"Terima kasih Pak. Kalau diijinkan, saya ingin meminjam uang bapak 150 juta. " Pinta Bu Evi yg sudah kepepet.

"Cuma 150 juta saja Bu?" pak Hendro memastikan.

"Benar pak, sementara cukup 150 juta saja."

"Baik Bu, saya siapkan. Tapi kalau boleh ibu ikut saya ke kamar brangkas untuk bersama sama menghitung uangya. Kalau diruang tamu rawan Bu." Bujuk Pak Hendro yg mulai menggiring Bu Evi masuk ke lubang busuknya.

Meski sedikit canggung, Bu Evi pun mengikuti Pak Hendro ke ruang kerja yg sekaligus tempat penyimpanan brangkas. Di dalam ruang kerja itu, terdapat juga sebuah kasur tempat Pak Hendro biasa beristirahat.

"Jangan takut Bu, kalau ibu khawatir, biarkan saja pintunya terbuka. Lagipula ada Mirna dirumah ini." Pak Hendro membiarkan pintu ruang itu terbuka.

Seperti yg dijanjikan, Pak Hendro pun membuka pintu brangkas dengan tombol kombinasi khusus tanpa sepenglihatan Bu Evi. Setelah brangkas itu dibuka, ia kemudian dengan sengaja ia memamerkan isi brangkasnya di depan Bu Evi yang memang sangat memerlukan uang malam darinya. Diambilnya beberapa gepok uang dari dalam brangkas itu dan mengajak Bu Evi untuk menghitungnya bersama sama.

"Ini Bu, Pas 150 juta," katanya.

"Pas, Pak... 150 juta", jawab Bu Evi mengiyakan.

"Dan ini, tambahan 10 juta saya berikan cuma cuma. Mohon ibu berkenan menerima sebagai dukungan nyata saya agar ibu bisa menjadi Kades,"

"Pak Hendro... Terima kasih banyak pak. Saya sampai tidak bisa berkata kata. Bapak baik sekali. Terima kasih pak, terima kasih banyak." Bu Evi merasa bahagia sekali malam itu. Ia bahkan sempat menitikkan air mata dihadapan pak Hendro.

Dengan lemah lembut, Pak Hendro pun menawarkan tisu kepada Bu Evi.

"Lantas, untuk perjanjian hitam diatas putihnya apakah kita urus malam ini juga pak? Kita perlu saksi untuk perjanjian ini," Bu Evi penasaran

"Ah, tidak perlu hitam di atas putih, notaris atau saksi segala Bu. Saya percaya dengan ibu. Saya hanya perlu sedikit jaminan dari ibu." jawab Pak Hendro mulai memainkan akal bulusnya.

"Lantas apa yg bisa saya jaminkan kepada bapak untuk uang sebanyak ini? " Bu Evi penasaran.

"Boleh saya bissikan ke telinga ibu" Pinta Pak Hendro.

"Ah bapak, pakai dibissikan segala."

Apa pak itu?"

Dengan penuh nafsu, Pak Hendro membisikkan kata kata yg Bu Evi sendiri sampai tak percaya bahwa Pak Hendro akan mengucapkannya.

"Saya ingin foto telanjang ibu sebagai jaminan ya" kata Pak Hendro ditelingga Bu Evi.

"Bu Evi yg mendengar langsung kata kata bekat itu dari dekat seketika merinding dan marah kepada pak Hendro"

"Bapak!.... Apa apaan itu. Kurang ajar sekali bapak".

Bersambung

 

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © CERITA KITA - but you - Powered by cerita kita - Designed by by me -