- Home >
- Anak tetanggaku 1
Part 1
Ceritanya berawal dari rumah petak kontrakan saya di dalam gang yang agak terisolir dan gelap. Saya pilih tempat ini karena selain murah, juga karena rasanya rada ekslusif karena luput dari perhatian para tetangga.
Hanya 1 kamar tamu, 1 kamar tidur dan kamar mandi. Tidak terlalu besar, karena harganya murah. Tapi bagi saya yang merantau ke Jakarta ini rasanya cukuplah, karena dana kiriman orang tua untuk membiayai kuliah saya juga tidak terlalu berlebihan.
Saya baru sekitar 3 bulan menempati rumah
petak ini, setelah sebelumnya kost di dekat kampus. Kegiatan kuliah di tahun
pertama tidak terlalu padat. Biasanya sekitar jam 3 sore saya sudah kembali ke
rumah.
Fotografi adalah hobi saya. Untunglah saya hidup di masa foto digital sudah
merebak, sehingga hobi saya tidak terlalu membebani biaya rutin bulanan.
Di samping tumah saya ada sebidang tanah kosong yang sering dijadikan arena bermain anak-anak yang tinggal di sekitar situ. Mereka adalah obyek foto saya. Mereka senang difoto ketika sedang bermain dan saya senang menangkap ekspresi polos anak-anak. Karena itu maka saya banyak mengenal anak-anak di lingkungan itu.
Salah satu anak yang paling centil dan paling sering saya jadikan model adalah Sri. Dia cantik dan masih duduk di kelas 3 smu. Dia paling akrab dengan saya sehingga sering menerobos kamar saya ketika saya sedang asyik menonton TV. Tidak ada lagi rasa canggung dan dia sering pula minta diajari menyelesaikan PR nya.
Saya tentu saja tidak punya perasaan apa-apa selain senang mempunyai teman kecil dan dengan sepenuh hati ingin membantu dia agar nilai pelajarannya selalu unggul. Itu pulalah akhirnya yang mengakibatkan Sri sering main ke rumah saya. Ia anak tunggal dan hidup hanya dengan ibunya. Seharian dia hanya sendirian di rumah, karena ibunya bekerja dari pagi sampai petang.
Sebagai anak yang masih berumur sekitar 16 tahun, ia tampaknya bongsor dan genit. Tapi waktu itu saya tidak terpikir sedikit pun untuk tertarik secara seksual.
Suatu hari ketika dia tersesak buang air, dia langsung masuk kamar mandi. Rumah saya memang sudah Lehaggap sebagai rumahnya. Dia memang biasa begitu. Namun tiba-tiba saya mendengar dia menjerit memanggil saya. “Mas….. mas…..mas… tolong mas ada cacing”
Saya kaget dan langsung bangun dari tempat duduk, ” dimana”
“Ini di sini aku jijik, tapi aku malu,”
jeritnya sambil menangis dan terhiba-hiba.
“Lantas gimana, apa perlu aku tolong,”
Pintu kamar mandi masih terkunci dan dari dalam masih terdengar Sri menghiba , ” mas tolong mass)
Kunci pintu kamar mandi terdengar dibuka dan Sri dengan berpenutup handuk berdiri sambil agak nungging.
Aku menerobos masuk dan mencari di sekitar lantai, ” mana ” kataku.
“Ini mas di pantat dia nggak mau keluar menggantung.
Sri berbalik dan menungging di depan ku. Ternyata cacing itu menggantung di lubang duburnya.
“Sebentar aku ambil tisu”
Aku keluar dan mulai terpikir, kalau aku cabut dari lubang anusnya pasti akan terlihat Apemnya. Akal iseng ku mulai keluar.
“Sini nungging, nggak usah malu kalau takut sama cacing.”
Sri tanpa pikir panjang Lalu nungging di depan
ku, maka terpaparlah anus dengan cacing tergantung dan Apemnya dari belakang.
Pelan-pelan aku cabut cacing dari lubang anusnya dan keluarlah cacing sepanjang
hampir 10 cm.
Sri bergidik melihat cacing, karena dia geli pada binatang cacing. “Mas aku
takut, nanti ada lagi yang keluar.”
” Ya udah mas tunggin di sini kamu terusin buang airnya.” Sri kembali nongkrong menghadap ke arah ku. Maka terpaparlah gundukan Apem yang masih gundul.
Aku pura-pura tidak tertarik melihat Apemnya, padahal Rudal mulai ngaceng.
Sri masih mengeluarkan sisa tinja yang tertahan. Dia rupanya trauma dengan cacing tadi sehingga tidak berani melihat ke bawah.
“Mas Ada lagi nggak cacing yang keluar?”
Karena kamar mandi sempit maka tidak ada ruang untuk aku melihatnya dari belakang. Satu-satunya celah hanya memandang dari depan. Aku pun dengan gaya ditenang-tenangkan jongkok untuk memeriksa apa ada cacing yang tergantung.
Yang aku perhatikan tentu saja bukan cacing, tetapi Apemnya yang merekah. Aku pura-pura memperhatikan kemungkinan ada cacing, padahal meneliti bentuk Apemnya yang merekah merah.
Rudalku mengeras maksimal.
“nggak ada lagi kok,’ kata ku datar.
“Mas cebokin mas aku takut, nanti msih ada cacingnya.”
Astaga, ini anak kenapa jadi begini. Mengambil kesempatan dalam kesempitan, akhirnya saya mengeliminir rasa jijik.
Sri ku suruh jongkok di depan ku dan dengan gayung aku mencebokinya. Berkali-kali aku usap tanganku di sekitar anusnya sampai bersih dan tentu saja menyenggol Apemnya. “Mas jangan ke situ mas geli,” kata Sri ketika kesenggol itilnya.
Setelah aku sabuni dan bersih, aku pun menyabuni tanganku berkali-kali. ” Masih ada cacingnya nggak mas,” tanya Sri.
“Nanti mas periksa, jangan pakai celana dulu, mas mau periksa di luar di tempat yang agak terang.”
Padahal mana mungkin memeriksa cacing dalam anus, orang ketika diraba sudah tidak terasa apa-apa.
Sri kuminta telentang di tempat tidur,
mengangkan selebar mungkin dan mengangkat kakinya. Apemnya kelihatan jelas dan
anusnya juga . Aku sibak anusnya pura-pura memeriksa padahal mataku menatap
lobang Apem yang kecil dan tertutup.
Aku raba lubang anusnya dan sedikit memasukkan jari tengah, tetapi tidak bisa.
Tak kurang akal aku cari cream body lotion dan kulumasi jari tengah lalu ku
tusuk perlahan-lahan ke dalam lubang anusnya. Sri mendesis, mungkin geli atau
mungkin juga keenakan.
“Sakit” tanya ku.
“Sedikit tapi juga geli”
Jari tengah ku masuk pelan-pelan sampai akhirnya masuk seluruhnya lalu aku putar-putar. Sri makin mendesis-desis.
“Ssssshhh…..ssssshhh….ssss hhhh”
“Nggak ada lagi kok” kataku menyudahi pemeriksaan jahil.
Lalu Sri ku suruh kembali mengenakan celana dalamnya.
“ini gara-gara mama sih, aku disuruh makan obat cacing jadi keluar deh cacingnya,” kata Sri bersungut-sungut.
Rudalku tegang maksimal, tapi aku tidak tau
harus berbuat apa. Sri masih 16 tahun, meskipun teteknya mulai tumbuh.
Kubuang pikiran jahat ku dan aku kembali menenangkan diri.
Celakanya Sri sejak saat itu sering minta dicebokin. Anak ini makin manja.
” Abis enak sih dicebokin ama Mas,” katanya manja.
Aku selalu mengambil kesempatan meraba itilnya ketika menceboki Sri sampai kadang-kadang dia menggelinjang kegelian.
Dia pun sudah tidak punya rasa malu lagi dan percaya 100 persen bahwa aku menjaganya. Padahal otakku suntuk setiap kali meraba itilnya, Rudalku ngaceng sekeras-kerasnya. Apa boleh buat.
Suatu saat ide ku muncul untuk mengambil fotonya dalam keadaan bugil. Dia toh senang difoto, dan tidak lagi ada rasa malu di depan ku. So tidak ada penghalang. Aku jadi bebas menikmati tubuh telanjangnya, baik langsung atau dalam file di komputer.
Sri pertama heran atas permintaanku dan dia merasa malu juga kalau harus beraksi telanjang di depan kamera. Tapi aku beralasan untuk dokumentasi pribadi.
Dia akhirnya setuju. Segera aku ubah kamar tidurku menjadi studio dan berbagai pose dari yang artistik sampai yang paling vulgar. Dari berdiri malu-malu sampai tangannya menguak Apemnya dan kuambil close up. Selaput daranya sampai bisa tertangkap kamera karena terlalu seringnya Apemnya dipluek.
Aku jadi makin terangsang memperhatikan fotonya di komputer. Hasil jepretanku tidak kalah dengan foto-foto lolita dari Rusia atau Ukraina. Semua pose yang ada di situs-situs lolita sudah aku praktekkan pada Sri.
Akhirnya kepala ku jadi ngeres, tetapi aku
tidak berani mengingat berbagai risiko yang bakal muncul jika aku
menyetubuhinya. Keadaan jadi cenggur (ngaceng nanggur) terus. Pelampiasannya
hanya onani.
Suatu hari Sri menegurku.
” Mas sudah lihat Sri telanjang, tetapi Sri belum pernah lihat Mas telanjang, nggak adil dong,” katanya.
Aku bingung mencari kata-kata dan alasan untuk bertahan.
“Kenapa kok pengin lihat mas telanjang ?”
tanya ku sambil mencari ksempatan waktu berpikir untuk bertahan.
“Sri juga pengin motret mas telanjang,’ katanya.
“Mati aku,” aku jadi makin terpojok.
Akhirnya aku menyerah karena tidak punya alasan dan kata-kata untuk bertahan.
” Ya udah, Sri mau motret mas talanjang sekarang ?”
Sri hanya mengangguk.
Aku malu bukan karena aku harus telanjang, tetapi Rudalku ini ngaceng, kalau aku buka celana tiba-tiba mencuat batang 15 cm, bagaimana aku menerangkannya.
Muncul akal.
“Sebentar Mas mau buang air dulu ya.” Aku buru-buru masuk kamar mandi dan sambil nongkrong aku onani.
Setelah ejakulasi aku pura-pura menyiram kotoran di wc. Dalam keadaan telanjang bulat aku keluar dan menemui Sri di kamar ku yang sudah siap dengan kamera digital ku.
Setelah aku ajari mengenai cara pengambilan gambar, Sri mulai beraksi menyorot diriku dari berbagai posisi. “Sialan aku dikerjai anak kecil nggak sanggup ngelawan,” kata ku dalam hati.
Sialnya dia pun ikut-ikutan mengambil foto close up Rudal ku. Bukan hanya mengambil foto dari jarak dekat, dia pun mengubah-ubah posisi Rudalku ketika aku pada posisi duduk setengah berbaring.
BERSAMBUNG.